Bungarampai ini berisi tulisan-tulisan, baik yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku, mau pun yang belum atau tidak dibukukan.

23 Oktober 2009

CATATAN FILSAFAT

Suar Suroso:

160 TAHUN TULISAN MARX:
TESIS-TESIS TENTANG FEURBACH. (1)

Sebelas Tesis.

Tahun 1845, tiga tahun sebelum diumumkannya Manifes Partai Komunis, Marx menulis 11 Tesis Tentang Feurbach. Tulisan ini mempunyai arti historis dalam perkembangan filsafat materialisme. Dengan tesis-tesis ini, Marx mengkritik dan mengembangkan materialisme Feurbach. Justru dewasa ini, menguasai dan menggunakan materialisme, yaitu cara berfikir yang ilmiah, adalah cara untuk mengenal dan memahami kenyataan, membedakan yang benar dan yang salah, melawan kepalsuan, melawan pembodohan, melawan jahiliah, melawan ke-edanan..

Dengan mengkritik Feurbach; Marx merobah materialisme yang pasif, yang kontemplatif, yang bersifat renungan, yang hanya untuk tafakur, menjadi materialisme militan, menjadi alat berfikir yang aktif. Menjadikannya senjata ampuh perjuangan klas, yaitu materialisme dialektis. Ini tak hanya punya arti teoretis, tapi bahkan punya arti praktis, yaitu membimbing fikiran manusia untuk bertindak maju. Dalam tesis-tesisnya ini, Marx mengkritik Feurbach dengan menyatakan, bahwa “kekurangan utama materialisme yang ada sampai sekarang – termasuk materialisme Feurbach – adalah bahwa benda, kenyataan, kesan panca-indera difahami hanya dalam bentuk objek atau pandangan, hasil renungan, tetapi tidak sebagai aktivitas alat perasa panca-indera manusia, yaitu praktek....”. Dengan mengangkat tinggi arti praktek, dalam tesis ini Marx menyatakan bahwa Feurbach “tidak mencengkam arti penting aktivitas yang ‘revolusioner’, aktivitas yang ‘praktis-kritis’ ”. Dalam tesis-tesis ini, Marx juga menulis, bahwa “masalah apakah kebenaran objektif terdapat pada fikiran manusia adalah bukan satu masalah teori, tetapi satu masalah praktek. Dalam praktek lah orang harus membuktikan kebenaran fikirannya, yaitu bahwa fikirannya adalah kenyataan dan kekuatan, adalah bersifat duniawi”.

Disamping itu Marx menulis, bahwa “terjadinya secara bersamaan perobahan lingkungan dan perobahan aktivitas manusia hanyalah dapat dipahami secara rasional sebagai praktek revolusioner.” Seterusnya Marx menulis, bahwa “Feurbach bertolak dari kenyataan swa-alienasi keagamaan, yaitu dari terbagi-duanya dunia menjadi dunia keagamaan, dunia khayal dan dunia nyata. Dia berkarya tentang meleburnya dunia keagamaan kedalam dasarnya yang sekular. Dia tidak mencatat kenyataan, bahwa sesudah karyanya selesai, masalah yang utama masih harus dikerjakan. Yaitu kenyataan bahwa dasar sekular memisahkan dirinya dari dirinya sendiri dan membawa dirinya kedalam awan sebagai kerajaan yang bebas, hanya dapat dijelaskan dengan swa-alienasi dan swa-berkontradiksi dari dasar sekular ini. Yang terakhir ini harus difahami dalam kontradiksinya dan kemudian direvolusionerkan dalam praktek dengan pelenyapan kontradiksi. Jadi misalnya, begitu keluarga duniawi ditemukan sebagai rahasia dari seluruh keluarga suci, maka keluarga duniawi itu harus dikritik dalam teori dan direvolusionerkan dalam praktek.” Lagi-lagi dengan mengangkat arti penting praktek, selanjutnya, Marx menulis, bahwa “Tidak puas dengan pemikiran abstrak , Feurbach berpaling pada renungan yang dapat dirasakan; tetapi dia tidak menganggap sesuatunya yang dapat dirasakan itu sebagai hal praktis, sebagai aktivitas perasaan manusia”. Lebih lanjut Marx menulis, bahwa “Pada akhirnya, Feurbach tidak melihat bahwa ‘perasaan keagamaan’ itu sendiri adalah produk kemasyarakatan dan bahwa perseorangan yang abstrak, yang dia analisa terdapat pada kenyataan bentuk masyarakat yang khusus”. Lagi-lagi dengan mengangkat arti penting praktek, Marx menulis, bahwa “Penghidupan kemasyarakatan pada pokoknya adalah praktis. Semua keajaiban yang menyesatkan teori menjadi mistisisme mendapatkan pemecahan yang rasional dalam praktek kemanusiaan dan dalam praktek yang dapat difahami”. Seterusnya Marx menulis bahwa “Puncak yang tercapai oleh materialisme kontemplatif (materialisme renungan, materialisme tafakur), yaitu materialisme yang tidak memahami bahwa perasaan adalah aktivitas praktek, adalah renungan seorang individu dalam ‘masyarakat madani’ ”

Selanjutnya ditulis Marx bahwa “Titik tolak materialisme kuno adalah masyarakat ‘madani’, titik tolak materrialisme baru adalah masyarakat manusia yang baru, atau kemanusiaan yang dimasyarakatkan”. Paling akhir, dalam tesis ke-sebelas, Marx menulis bahwa “Para filosof hanyalah menginterpretasi dunia dengan berbagai caranya, akan tetapi masalahnya adalah merobah dunia itu”. Tesis terakhir ini mempunyai arti menjungkir-balikkan tugas filsafat. Menjungkir-balikkan materialisme kontemplatif, materialisme renungan, materialisme tafakur menjadi materialisme militan untuk merobah dunia.
Merobah dunia ! Tiga tahun kemudian, tahun 1848, Marx dan Engels memaparkan gagasan merobah dunia itu dalam Manifes Partai Komunis. Dunia ketika itu sedang dikuasai oleh feodalisme dan burjuasi pemilik kapital yang baru berkembang. Dunia dengan penghisapan feodal yang sudah mencapai puncaknya, dan penghisapan kapital yang sedang berkembang pesat, akan dirobah menjadi dunia tanpa penghisapan oleh manusia atas manusia. Sungguh satu gagasan raksasa. Ini berarti dilenyapkannya penghisapan feodal dan penghisapan kapital. Disinilah arti historis Tesis-Tesis Tentang Feurbach yang ditulis Marx 160 tahun yang lalu. Maka selanjutnya, materialisme pun berkembang menjadi materialisme historis, yaitu pentrapan materialisme dialektis dalam ilmu kemasyarakatan. Inilah alat berfikir, senjata perjuangan bagi manusia untuk merobah dunia.

Tentang Feurbach.

Ludwig Feurbach (1804-1872) berjasa mengembangkan tradisi revolusioner materialisme abad ke-XVII dan abad ke-XVIII. Yang dimaksudkan dengan filsafat antropologis oleh Feurbach adalah filsafat yang mengutamakan manusia. Prinsip antropologis dinyatakan oleh Feurbach dengan mengutamakan kesatuan alam kemanusiaan. Menurut Feurbach manusia adalah produk alam dan bahagian dari alam. Alam, materi adalah satu-satunya substansi, dan adalah substansi sejati, yang berada diluar manusia, dan yang menciptakan manusia. Feurbach berpendapat, bahwa filsafat baru harus merobah manusia serta alam sebagai basis manusia, menjadi sasaran satu-satunya yang universal dan paling tinggi dalam filsafat. Karena itu, antropologi, termasuk fisiologi, baginya menjadi ilmu yang universal. Feurbach memandang masalah ruang dan waktu secara materialis. Ruang dan waktu adalah syarat-syarat dasar, adalah bentuk-bentuk dan perwujudan substansi. Materi bukan hanya ada, tetapi juga bergerak dan berkembang. Tanpa ruang dan waktu, maka gerak dan perkembangan adalah tidak mungkin. Tanpa ruang dan waktu tak mungkin ada materi.

Disamping itu, dinyatakannya bahwa alam itu kongkrit, bersifat material, dapat diraba dan dirasa. Materi tak dapat dibasmi, selalu ada, akan tetap ada, yaitu adalah abadi, tanpa awal dan tanpa akhir, adalah tak berhingga. Dengan mengikuti Spinoza, Feurbach menyatakan, bahwa alam adalah sebab-musabab itu sendiri. Materi adalah primer, ide adalah sekunder. Pandangan ini adalah bertolak belakang dengan pandangan Hegel yang menjadikan ide absolut sebagai yang utama, sebagai sumber segala-galanya. Dengan demikian, mengenai masalah terpokok dalam filsafat, yaitu masalah hubungan antara ide dan materi, dipecahkan oleh Feurbach secara materialis, ..... dengan mengutamakan materi.

Menurut Feurbach, alam adalah banyak segi. Manusia mengenalnya liwat syaraf perasa, hingga mengenal air, api, listrik, sinar, magnetisme, tumbuh-tumbuhan, dunia dan seterusnya. Itulah sebahagian dari substansi dengan berbagai kwalitas. Substansi tanpa kwalitas adalah omong kosong. Kwalitas tak terpisahkan dari substansi sesuatunya. Alam, materi adalah satu-satunya substansi dan adalah hakekat substansi yang terdapat di luar manusia, dan yang melahirkan manusia. Satu-satunya dasar manusia adalah jasmani. Ambillah dari manusia jasmaninya, akan terambil jiwanya, terambil semangatnya. Jasmani adalah bahagian dari dunia objektif dan adanya jiwa adalah tergantung pada jasmani. Ini adalah pandangan monisme antropologis, yang berlawanan dengan pandangan dualisme. Pandangan dualisme mensetarakan jasmani dan jiwa – jasmani adalah dari alam material, dan jiwa adalah dari alam spiritual. Pandangan monisme antropologis dari Feurbach ini adalah pandangan materialis.

Berakarnya pandangan Feurbach pada manusia ditunjukkan oleh tulisannya: “Pandang dan renungkanlah alam, pandang dan renungkanlah manusia ! Di sini, di depan matamu terdapat keajaiban filsafat !” Lebih lanjut dinyatakannya, bahwa dasar materialismenya adalah manusia. Kebenaran bukanlah materialisme atau idealisme, tetapi adalah antropologi”. Karena itu, materialisme Feurbach disebut materialisme antropologis, materialisme manusiawi.

Feurbach membawa maju ajaran materialis dalam teori pengenalan, dalam epistemologi. Feurbach menyatakan, bahwa “perasaan saya adalah subjektif, tetapi dasarnya, sebab-musababnya adalah objektif”. Sejarah pengenalan menunjukkan pada kaum materialis Jerman, bahwa batas-batas pengenalan manusia selalu bertambah luas; bahwa dalam perkembangannya, akal manusia memungkinkan kita untuk menemukan rahasia-rahasia alam. Kaum agnostisis berpendapat, bahwa alam terbentuk sedemikian rupa hingga tak mungkin manusia mengenal sesungguhnya alam itu. Berlawanan dengan kaum agnostisis, Feurbach menyatakan, bahwa “apa yang belum kita ketahui sekarang, akan diketahui oleh anak-cucu kita di kemudian hari”. Dengan demikian, Feurbach secara tajam menentang agnostisisme Kant.

Feurbach menjadikan perasaan sebagai titik-tolak pengenalan. Menurut dia, “adalah sepenuhnya tepat, bahwa empirisisme memandang sumber-sumber ide-ide kita pada perasaan”. “Saya berfikir dengan bantuan perasaan, terutama dengan bantuan pandangan, -- saya mendasarkan dalil, kesimpulan saya pada sesuatunya yang material, yang kita tangkap (serap) liwat alat perasa bahagian luar. Bukannya benda berasal dari fikiran, tetapi fikiran berasal dari benda. Dan benda pun adalah tak lain dan tak bukan apa yang terdapat di luar kepala saya”. Maka materi, alam bukan saja adalah dasar dari jiwa, tetapi bahkan dasar prinsip dari semua pengetahuan dari filsafat. Benda, materi adalah tak lain dan tak bukan sesuatu yang secara nyata ada di luar kita, sedangkan fikiran mengenai benda itu adalah pencerminan (bayangannya) dalam kepala manusia.

Feurbach membuktikan, bahwa jika tidak ada materi yang terdapat secara objektif di luar kita, maka syaraf perasa kita tidak akan tersentuh. Oleh karena itu, materi, alam, -- bukan hanya adalah basis dari jiwa, tapi juga dasar permulaan dari semua pengenalan dan filsafat. Menurut Feurbach, perasaan bukanlah memisahkan manusia dari dunia luar, tetapi menghubungkannya, karena perasaan adalah hasil pengaruh benda-benda luar terhadap alat perasa manusia. Pengenalan ilmiah dimulai dengan pengamatan dan cita-rasa. Dia menyatakan, bahwa “tak ada perasaan tanpa kepala, tanpa akal dan pemikiran” Manusia harus bertolak dari “perasaan sebagai sesuatunya yang paling sederhana, yang jelas-jemelas dan tak disangsikan lagi”, kemudian memasuki masalah “objek-objek yang rumit dan jauh dari mata”.

Menurut Feurbach, peranan akal adalah menghubungkan pengenalan cita-rasa dari pengalaman yang sepotong-sepotong dengan bahagian lain dari kenyataan di luar pengalaman. Sebagaimana halnya hubungan antara kata-kata menjadi fikiran, demikian pula data-data yang ditangkap perasaan hanya dapat difahami jika ia dihubungkan, disusun dengan bantuan akal. “Dengan perasaan, kita membaca bukunya alam, tetapi memahaminya bukanlah dengan perasaan”. Dengan bantuan akal, kita menghubungkan sebab dan akibat, sebab-sebab dan tindak tanduk antara gejala-gejala, hanyalah karena mereka “menurut kenyataannya, secara materiil, secara kenyataan terdapat tepat dalam hubungan sedemikian antara sesamanya”.
Feurbach juga menyatakan, bahwa “hanya fikiran yang riil, yang objektif yang memastikan dan membikin tepat renungan perasaan, hanyalah dalam keadaan yang demikian, pemikiran adalah pemikiran objektif dan kebenaran”.
Feurbach membuang dualisme antara renungan cita-rasa dan pertimbangan akal, yang merupakan ciri dari epistemologi Kant. Menurut Feurbach, pertimbangan akal, bukanlah sumber yang berdiri sendiri dari pengenalan. Semua prinsip dan kategori-kategorinya bukanlah ditimbanya dari dirinya sendiri tetapi dari perasaan berdasarkan pengalaman. Kant mencari ukuran kebenaran pada pemikiran yang murni. Sebaliknya, Feurbach menemukan kebenaran dalam kehidupan, dalam kenyataan, dalam praktek. “Sesuatunya yang disangsikan yang tak dapat selesai dan dikerjakan oleh teori, akan diselesaikan oleh praktek”.

Tetapi Feurbach tidak sampai memahami praktek menurut pemahaman materialis tentang praktek kemasyarakatan manusia. Hubungan antara sesama manusia hanya difahami Feurbach sebagai hubungan dalam “gens”, yaitu hubungan kemasyarakatan yang bersumber pada hubungan keluarga, hubungan fisiologis. Gens, puak, suku adalah organisasi kemasyarakatan dasar dalam susunan masyarakat komune-primitif, organisasi yang merupakan kesatuan dari pada keluarga-keluarga seketurunan. Asal mulanya diorganisasi secara keibuan, -- secara matriarchaat, kemudian berobah menjadi patriarchaat dalam proses berkembangnya masyarakat komune-primitif. Gens memiliki seorang kepala, mendiami suatu daerah tertentu dan mempunyai nama tertentu.

Feurbach memahami praktek manusia sebagai “makan dan minum”, bukanlah praktek berproduksi, bukanlah tindakan-tindakan revolusioner. Dalam pemahaman Feurbach tentang praktek terkandung antropologisme dan naturalisme. Ukuran kebenaran dia lihat dalam “gens”. Dia menyatakan, bahwa “jika saya berfikir sesuai dengan patokan-patokan gens, berarti saya adalah berfikir sebagaimana manusia umumnya. .... Kebenaran adalah apa yang sesuai dengan hakekat gens, palsu adalah apa yang bertentangan dengan itu. Hukum lain dari kebenaran tidak ada” Demikianlah, Feurbach tidak bisa melangkah lebih jauh dari pemahamannya yang abstrak dan pasif tentang praktek kemasyarakatan manusia.

Dalam seluruh karyanya, pada pokoknya Feurbach menempatkan masalah agama dalam pusat perhatiannya. Dia menulis, bahwa dalam semua karyanya, dia tidak pernah “melepaskan masalah agama dan teologi dari pandangan”, bahkan menjadikan “agama dan teologi sebagai tema pokok fikiran serta kehidupannya.” Feurbach berusaha mengangkat obor akal, supaya manusia akhirnya dapat merobah permainan kekuatan-kekuatan yang fantastis, yang dipergunakan penguasa agama untuk menindas manusia. Fikirannya selalu terlibat dalam hal, supaya merobah manusia dari serba percaya menjadi manusia yang berfikir, dari serba hidup sembahyang menjadi kaum pekerja.

Menurut Feurbach, alam, kenyataan hanyalah memberikan materi, kebendaan bagi adanya ide tentang Tuhan; tetapi bentuk yang diberikan oleh benda itu menjadi hakekat Tuhan, adalah dilahirkan oleh fantasi, oleh daya pembayangan. Oleh karena itu, fantasi, daya pembayangan adalah “sebab-sebab teoretis atau adalah sumber dari agama”. “Manusia adalah permulaan, adalah bahagian tengah dan adalah akhir dari agama”.

Feurbach mencatat bahwa peranan alam dalam hidup manusia adalah sangat besar. Alam adalah sebab-musabab, adalah dasar, sumber eksistensi manusia. Alam mengharuskan lahir dan hidupnya manusia. Manusia – bahagian dari alam, dan hanya bisa terdapat dalam alam, adalah berkat alam. Alam adalah ibu kandung manusia. Feurbach menyatakan, bahwa arti alam yang demikian bagi manusia adalah menjadi sebab, hingga alam menjadi objek pertama dari agama, menjadi Tuhan pertama dari manusia. Agama tertua dari manusia – adalah agama yang memuja alam, agama “alamiah”. Bagi manusia-manusia purba, hanyalah alam yang menjadi subjek pemujaan keagamaan. Agama zaman purbakala menunjukkan manusia dan satunya manusia dengan alam, menunjukkan ketergantungan manusia pada alam. Perasaan ketergantungan adalah dasar dari agama. Manusia semenjak kelahirannya dalam sejarah, selalu dalam syarat-syarat tertentu berada dalam ketergantungan bukan dari alam secara umum, tetapi dari alam tertentu, dari alam negerinya, dan tempat kelahirannya. Manusia-manusia purba, oleh karena itu menjadikan alam kongkrit yang mengitarinya sebagai objek agamanya. Manusia-manusia purba memuja dalam agama mereka syarat-syarat alam dan gejala-gejala alam dari mana kehidupan mereka tergantung. Maka oleh karena itu, Feurbach menyatakan, bahwa menurut kenyataan sejarah, manusia-manusia purba memuja sungai, gunung dan laut tanah-airnya. Orang Mesir purbakala berpendapat, bahwa asal-usul semua kehidupan, termasuk manusia adalah sungai Nil. Rakyat Yunani purba percaya, bahwa semua sumber sungai, danau, laut terdapat di samudera raya. Rakyat Persia purba menganggap, bahwa semua gunung berasal dari gunung Alborda. Manusia Meksiko purba memuja Tuhan dari garam. Demikianlah, bagi manusia-manusia purba, Tuhan mereka berasal dari alam sekitar atau iklim yang mengitarinya. Feurbach menyatakan, bahwa manusia yang masih kurang pengalaman dan kurang pendidikan bahkan menganggap negerinya itulah dunia, atau pusat bumi.

Feurbach menyatakan, bahwa bagi kaum budak, tanpa tuan budak, dalam masyarakat tidak ada tata tertib, dan tanpa kaisar tidak ada ketenteraman dalam negeri. Oleh karena itu mereka tunduk dan menyembah tuan-budak serta kaisar. Feurbach menarik kesimpulan, bahwa bukan Tuhan yang menciptakan manusia, tetapi manusia yang hidup dalam masyarakat menciptakan Tuhannya sendiri.

Pandangan-pandangan Feurbach mempunyai arti besar dalam hal memasukkan pengertian antropologis manusia dalam ajaran tentang moral. Feurbach mencatat, bahwa semua usaha manusia adalah menuju kebahagiaan. Bahagia atau sengsara, sukacita atau duka nestapa diketahui liwat perasaan. Bagi Feurbach, perasaan adalah syarat pertama bagi moral. Di mana tidak ada perasaan, di sana tidak ada perbedaan bahagia dan sengsara, antara kebaikan dan kejelekan, antara suka dan duka, di sana tidak ada moral. Ajaran tentang moral merupakan puncak ajaran Feurbach tentang masyarakat. Dalam hal inilah terletak keterbatasan filsafat Feurbach. Prinsip dasar moral dari Feurbach adalah kecenderungan hati manusia terhadap sesamanya, yang dimiliki sebagai sifat alamiah dari manusia, yaitu sifat menginginkan kebahagiaan. Menurut Feurbach, supaya manusia jadi bahagia, mereka harus saling mencintai. Kata ‘cinta’ bagi Feurbach adalah azimat sakti, bahan ramuan mujarab mengobati semua penyakit. Feurbach mengajarkan cinta yang menyeluruh dalam masyarakat yang terbagi dalam berbagai klas yang antagonistik. Cinta sesama manusia adalah puncak ajaran moral Feurbach. Di samping itu, dalam berbagai kesempatan secara tepat Feurbach menulis, bahwa “orang di dalam istana berfikiran lain daripada yang di dalam gubuk”. Tetapi dia salah menilai orang yang melarat dengan menyatakan lebih lanjut, bahwa “jika karena kelaparan, karena kesengsaraan, orang tidak mempunyai isi di dalam tubuhnya, akan begitu juga dia tidak mempunyai isi untuk moral di dalam kepalanya, di dalam jiwanya maupun hatinya”. Moral Feurbach adalah moral burjuasi, yang mengajarkan perdamaian klas, yang menutup-nutupi kontradiksi kepentingan-kepentingan klas, yang memadamkan dan menegasi perjuangan klas. Karena itu, materialisme Feurbach adalah materialisme yang tidak berjuang, materialisme yang pasif. Inilah yang disebut materialisme kontemplatif .

Demikianlah materialisme Feurbach, materialisme antropologis dan kontemplatif, yang mengabaikan praktek kemasyarakatan manusia, yang menentang agama dan berpaling pada ‘cinta’ sesama manusia dan lari dari perjuangan klas, yang mengkritik idealisme Hegel, menentang agnostisisme Kant serta yang tidak memahami arti penting perjuangan politik. Walaupun pandangannya materialis, Feurbach tidak menggunakan metodologi dialektika, tidak menggunakan hukum pokok dialektika – kesatuan dan perjuangan dari segi-segi yang berlawanan. Materialisme Feurbach adalah materialisme metafisis. Keterbatasan materialisme Feurbach tidaklah mengurangi akan arti historisnya.

Materialisme Feurbach memberikan pengaruh yang mendalam atas Marx dan Engels pada masa pembentukan pandangan-pandangan filsafatnya. Marx dan Engels mengambil dari materialisme Feurbach hanya “inti pokoknya”, mengembangkannya lebih lanjut menjadi filsafat ilmiah materialisme dialektis dan membuang lapisannya yang bersifat idealis dan metafisis.


*********

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog