Bungarampai ini berisi tulisan-tulisan, baik yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku, mau pun yang belum atau tidak dibukukan.

23 Oktober 2009

CATATAN FILSAFAT

Suar Suroso:


DIALEKTIKA
SENJATA MELAWAN PEMBODOHAN



I. BERLARUT-LARUTNYA PEMBODOHAN

Indonesia dilanda pembodohan. Ada penguasa melakukan pembakaran buku sejarah. Ada yang mau memeriksa keperawanan 3500 gadis. Ada fatwa bahwa dangdutan itu haram. Para tenaga kerja wanita yang bekerja di luarnegeri, banyak diperlakukan sebagai budak belian. Bahkan ada yang berangkat sehat, pulangnya mayat. Sesudah jadi mayat, ada yang tak bisa segera diantar pulang kampung. Ada yang terjun dari jendela lantai 15, tergelantung di angkasa untuk melarikan diri, karena tak tahan siksaan majikan. Sungguh satu pembodohan, para tekawe yang diperlakukan sebagai budak belian, bekerja penuh penderitaan ini dipuja oleh sementara kalangan sebagai pahlawan devisa. Poligami dinyatakan demi kepentingan wanita. Selama orba kuasa, sering diuarkan, bahwa Indonesia akan lepas landas tahun 2000. Pancasila dinyatakan bukan lah hasil galian Bung Karno; dengan Nasakom Bung Karno dituduh menyelewengkan Pancasila; Bung Karno dituduh terlibat G30S; PKI dikutuk sebagai dalang G30S. Sebentar-sebentar dikobarkan histeria bahaya komunis. Peristiwa Madiun dinyatakan sebagai pemberontakan PKI. Walaupun pada masa kepresidenannya, Gus Dur dan Megawati sudah berjasa dalam usaha melenyapkan diskriminasi, warganegara etnis Tionghoa yang hidup turun temurun berbagai generasi, yang tokoh-tokohnya banyak berjasa dalam perjuangan merebut dan membela kemerdekaan Indonesia, masih hidup dalam sasaran penindasan diskriminasi, tak aman dari ancaman penindasan rasialis, artinya tidak terjamin sebagai warganegara Indonesia seutuhnya. Adalah kebohongan menyatakan bahwa warganegara etnis Tionghoa sudah tidak didiskriminasikan lagi. Dalam praktek di lapangan, sampai sekarang ini masih dianaktirikan, seperti dalam pelayanan birokrasi, termasuk untuk masuk dalam birokrasi. Akhir-akhir ini ada pula yang menguar-uarkan: Pram membakar buku. Sejarahwan terkemuka Asvi Warman Adam menemukan, bahwa terjemahan Indonesia buku biografi Bung Karno karya Cindy Adams yang diterbitkan dengan kata pengantar dari Soeharto, telah dikebiri dengan menambah alinea yang berisikan kebohongan tentang Bung Karno tidak suka pada Bung Hatta. Dan banyak tersiar kebohongan lainnya. Inilah hasil pembodohan di zaman orba. Pembodohan terjadi dan bersimaharajalela, karena rakyat tidak dipersenjatai dengan cara berfikir yang ilmiah, tapi dicekoki dengan pembudakan serba-harus-percaya. Rakyat tidak dididik untuk terbiasa berfikir berdasarkan cari kebenaran dari kenyataan.

Ada pembodohan liwat pembohongan kasar di siang bolong seperti kampanye tuduhan Gerwani melakukan tari harum bunga, menyanyikan Genjer-Genjer di Lubang buaya, orang-orang Gerwani mensilet kemaluan dan mencungkil mata para jenderal yang dibunuh oleh Gerakan 30 September. Ada pula pembohongan dengan menggunakan eklektisisme, metode ilmiah-gadungan, seperti yang dipraktekkan Prof. Noegroho Notosoesanto, yang menerangkan bahwa Pancasila bukan hasil galian Bung Karno. Eklektisisme bisa mempesona, karena metode ini dalam menjelaskan satu hal-ihwal menggunakan sederetan data, yang dijadikan alasan seperti masuk akal, tapi dengan kesimpulan yang bertolak belakang dengan kenyataan. Dengan cara beginilah, Prof. Noegroho Notosoesanto meyakinkan orang, bahwa Pancasila bukan hasil galian Bung Karno. Demikian pula halnya dengan tuduhan PKI adalah dalang G30S. Inilah pembodohan tingkat tinggi, kerja intelektuil terpelajar orba. Para intelektuil orba ini , secara internasional mendapat dukungan dari para sejarahwan gadungan seperti Antonie C.A.Dake, dengan karya-karyanya IN THE SPIRIT OF THE RED BANTENG dan SOEKARNO FILES …., dan John Hughes dengan bukunya: THE END OF SUKARNO, Arnold C. Brackman dengan karya-karyanya THE COMMUNIST COLLAPS IN INDONESIA dan INDONESIA COMMUNISM: A History, serta sejarahwan asing sebangsanya dalam mengebiri sejarah Indonesia, terutama dalam menghitamkan Bung Karno.

Betapa pun pembodohan bersimaharaja sekarang, pencerahan akan berlangsung. Kebebasan berfikir dan bersuara akan berkembang. Pembohongan-pembohongan akan kian tertelanjangi. Untuk itu, satu-satunya jalan ialah mendorong maju rakyat berfikir ilmiah. Berfikir ilmiah berarti cari kebenaran dari kenyataan. Segala-galanya bertolak dari kenyataan. Inilah pandangan materialisme.


*******

30-8-2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog