Bungarampai ini berisi tulisan-tulisan, baik yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku, mau pun yang belum atau tidak dibukukan.

23 Oktober 2009

RESENSI BUKU

Suar Suroso:


MENYAMBUT BUKU PAK SOEMARSONO

REVOLUSI AGUSTUS
Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah

(1)

I. Tentang Buku “NEGARA MADIUN ?”

Selama lebih enam puluh tahun, dengan Peristiwa Madiun, PKI terus menerus dituduh memberontak. Pada kesempatan ulang tahun ke enam puluh Peristiwa Madiun, Sabam Siagian lagi-lagi menuduh PKI memberontak. Tulisannya didasarkan antara lain pada isi buku “Negara Madiun ?”, karya Hersri Setiawan, yang diterbitkan dengan dana Ford Foundation. Dalam SUARA PEMBARUAN DAILY, 18-9-2008, Sabam Siagian menulis “Dalam suatu wawancara, Soemarsono bercerita: Dari Madiun saya menyusul rombongan tur Musso ke Kediri. Jadi saya, Pak Musso, dan Amir Syarifuddin bertemu di Kediri membicarakan situasi di Madiun”. Soemarsono melaporkan tentang pasukan gelap yang pakai tanda tengkorak dan bersikap provokatif. Ia khawatir peristiwa di Solo akan terjadi juga di Madiun dengan aksi penculikan. Setelah diskusi, "Akhirnya diambil kesimpulan untuk bertindak saja. Lucuti saja! Bisa itu? Ya bisa saja! Dan saya dipeluk Pak Musso. ( kutipan dari Negara Madiun? Kesaksian Soemarsono, Pelaku Perjuangan oleh Hersri Setiawan - 2002 )”. Dengan kutipan ini, Sabam Siagian berusaha meyakinkan pembaca, bahwa Peristiwa Madiun terjadi karena putusan pimpinan tertinggi PKI, Musso dan Amir Sjarifoeddin. Buku “Negara Madiun ?” memang menanamkan kesan, bahwa PKI melakukan pemberontakan, merebut kekuasaan di daerah, mendirikan pemerintah daerah Madiun. Di samping itu, menggambarkan banyak ketidak-beresan di kalangan pimpinan PKI, mendiskreditkan kader-kader PKI. Mulai dari Musso, Alimin sampai-sampai DN Aidit. Dalam hal menempatkan PKI sebagai yang bersalah dalam Peristiwa Madiun, buku ini adalah setara dengan karya-karya sederetan sejarahwan anti-komunis Prof. Noegroho Notosoesanto, Taufik Ismail, Datus C.Smith Jr., Brian May, M.C.Riklefs, Leslie Palmier, Peter Polomka, Ide Anak Agung Gde Agung, Audrey R.Kahin dan George McT.Kahin, Wilfred T. Neill, Anthony Reid, Franklin B.Weinstein, Donald Hindley, Anthonie C.A.Dake, Justus M. Van Der Kroef, Douglas E.Ramage, Arnold C. Brackman. Jadi bukan hanya Sabam Siagian, sekian banyak pakar dan sejarahwan dengan sekian banyak buku telah bertahun-tahun menyalahkan PKI melakukan pemberontakan di Madiun.

Pimpinan PKI sudah berusaha membantahnya dengan menerbitkan Buku Putih Tentang Peristiwa Madiun, pedato-pedato DN Aidit di depan pengadilan negeri Jakarta PKI Menggugat Peristiwa Madiun dan pedato di depan Parlemen RI ketika menghadapi pemberontakan PRRI-Permesta, Peristiwa Sumatera dan Peristiwa Madiun. Tapi tuduhan tentang PKI memberontak tidak juga padam.

Kini secara tegas pakai data-data sejarah membantah PKI memberontak dengan Peristiwa Madiun, Pak Soemarsono tampil dengan buku “Soemarsono REVOLUSI AGUSTUS Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah”, terbitan Hasta Mitra, November 2008, dengan Kata Pengantar Wilson dan desain cover Nugroho. Dilengkapi dengan lampiran uraian dan catatan tiga kawan yang jadi saksi dan terlibat dalam Peristiwa Madiun, Gondo Pratomo, Francisca Fanggidey, Roesiyati Roedhito, serta teks lengkap Resolusi Jalan Baru Untuk Republik Indonesia. Buku ini diedit oleh Komisi Tulisan Soemarsono, Eropa. Dalam Catatan Penerbitnya, Joesoef Isak menyatakan, bahwa “Peristiwa Madiun pada hakekatnya bukan konflik antara Soekarno dan Soemarsono – Amir Sjarifoeddin, melainkan merupakan gelanggang pertunjukan aplikasi paradigma perang dingin adikuasa anti-komunis dengan darah dan kekuatan senjata menumpas kubu kaum kiri”.

Dengan terbitnya buku ini, Hasta Mitra tampil lagi memberi urun yang bernilai bagi khazanah kepustakaan Indonesia, buku yang memaparkan pengalaman empiris Soemarsono, mengungkap berbagai segi penting sejarah modern Indonesia yang selama sekian dasawarsa digelapkan dan dimanipulasi penguasa mengkambing-hitamkan kekuatan kiri di Indonesia. Komisi Tulisan Soemarsono Eropa, berjasa mengedit buku ini dengan transliterasi dari rekaman ceramah-ceramah Pak Soemarsono, berhasil mempertahankan bahasa lisan dengan gaya Soemarsono, yang blak-blakan, buka kulit tampak isi, memaparkan pengalaman empiris secara hidup. Enak dibaca. Pengalaman empiris perjuangan Pak Soemarsono dijalin dengan ungkapan-ungkapan teoretis yang seharusnya membimbing gerakan kiri Indonesia.

Mengenai buku “Negara Madiun ?”, Pak Soemarsono mengatakan: “Buku mengenai saya terbit pada akhir September 2002, tetapi tanpa persetujuan saya. Karena saya pernah diwawancarai, mestinya saya ditanyai dulu atau mendapat kesempatan baca sebelum bukunya beredar. Tapi ini tidak. Mula-mula kesan saya cuma tidak etis saja menurut kode etik penerbitan. Ternyata tidak itu saja. Setelah saya pelajari, lho isinya kok Ngalor ngidul – ke sana ke mari – tanpa arah kayak begini. Ngalor ngidul itu, nggak sesuai dengan apa yang kami omongkan bersama. Ia pakai dokumen-dokumen waktu saya ditahan Belanda di Semarang dan Jakarta, lalu juga komentar dari radio Nefis dari Surabaya. Barangkali supaya kelihatan otentik, hasil kerja riset. Keterlaluan”. Lebih lanjut Soemarsono menulis: “Buku yang beredar mengenai saya itu pada kulit muka pakai gambar saya, Soemarsono. Titel bukunya “Negara Madiun ?” Wah, titelnya itu sendiri sudah aneh kan. Wong Peristiwa Madiun itu ke manapun dan di mana pun saya berada, saya selalu katakan itu bukan pemberontakan – met of zonder tanda tanya yang insinuatif itu. Kepada siapa saja, di Negeri Belanda, di Radio Hilversum, di mana saja saya bicara tentang Peristiwa Madiun, tegas saya katakan: Itu bukan pemberontakan.” (Soemarsono REVOLUSI AGUSTUS Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah, Hasta Mitra 2008, hal. xix).

Buku ini memaparkan pengalaman pribadi Pak Soemarsono sebagai seorang tokoh, yang terlibat dan ambil bagian aktif dalam revolusi Agustus 1945.Terutama memainkan peranan penting dalam Peristiwa Madiun. Isinya kaya dengan pengalaman pribadi yang secara hidup dipaparkan. Bukan hanya berguna untuk bahan bacaan tentang sejarah, bahkan sangat bernilai sebagai bahan pelajaran bagi generasi muda yang gandrung akan perobahan keadaan tanahair yang terpuruk dibawah kekuasaan rezim orba. Lebih-lebih lagi bagi mereka yang mendambakan sosialisme, karena Pak Soemarsono semenjak remaja sudah mencita-citakan sosialisme. Secara menarik dipaparkannya, pengenalan dan pemahamannya akan ciri-ciri tokoh bangsa kita, mulai dari Bung Karno, Hatta, Soetan Sjahrir, Amir Sjarifoeddin, Musso, Tan Malaka, sampai-sampai DN Aidit. Berdasarkan pengalaman empirisnya dipaparkannya ciri-ciri dan perbedaan kaum sosial-demokrat dengan golongan trotskis dalam revolusi Indonesia. Soemarsono tidak hanya menyanjung para tokoh pejuang nasional, tapi secara kritis juga mengajukan kritik-kritik tajam, termasuk terhadap Pak Alimin dan DN Aidit.

Berpegang pada keyakinan, bahwa perobahan fundamental hanya mungkin terjadi liwat revolusi, Pak Soemarsono menjunjung tinggi Tri-sakti Bung Karno: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, demi menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan akibat kekuasaan rezim orba


******

(Bersambung)


20-2-2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog