Mao Zedong:
BELASUNGKAWA BUAT KAWAN AIDIT
Pejuang Komunisme Internasional.
Menurut Irama: Bu Suan Zi. (1)
Tegap menghadap jendela dingin di ranting jarang,
Tersenyum mendahului mekarnya berbagai kembang. (2)
Sayang wajah girang tak berwaktu panjang,
Malahan gugur menjelang musim semi datang.
Yang akan gugur, gugurlah pasti,
Gerangan haruskah itu mengesalkan hati ?
Pada waktunya bunga mekar dan gugur sendiri,
Wanginya tersimpan menanti tahun depan lagi.
Desember 1965.
Keterangan dari penterjemah:
1. Diantara sajak-sajak penyair dinasti Tang, Luo Binwang (640-684?),
terdapat sajak berjudul Bu Suan Zi. Semenjak itu, sajak bentuk ini, yaitu
yang dengan irama dan susunan jumlah aksara 5, 5, 7, 5; 5, 5, 7, 5, disebut
berirama Bu Suan Zi.
2. Penyair menggambarkan mekarnya Bunga Mei, Meratia Praecox. Bunga
ini, yang berwarna merah muda atau kuning, selalu mekar di puncak musim
salju, dalam keadaan pohonnya tak berdaun karena seluruhnya gugur di musim
rontok, menjelang musim dingin. Dalam keadaan belum adanya bunga yang mekar,
mekarnya Bunga Mei mendahului bunga-bunga lainnya juga menjadi pertanda akan
datangnya musim semi.
1). Terjemahan Nurdiana. Dari buku Mao Zedong Shi Ci Quan Ji, Kumpulan Lengkap Sajak-Sajak Mao Zedong, terbitan Cheng Du Chu Ban She, Desember 1995, halaman 310.
2). Di antara sajak-sajak Luo Binwang (640-687 ?), penyair dinasti Tang, terdapat sajak berjudul Bu Suan Zi. Semenjak itu, sajak bentuk ini, yaitu yang dengan irama dan susunan jumlah aksara 5, 5, 7, 5; 5, 5, 7, 5, disebut berirama Bu Suan Zi.
3). Penyair menggambarkan mekarnya Bunga Mei, Meratia Praecox. Bunga ini, yang berwarna merah muda atau kuning, selalu mekar di puncak musim salju, dalam keadaan pohonnya tak berdaun karena seluruhnya gugur di musim rontok, menjelang musim dingin. Dalam keadaan belum adanya bunga yang mekar, mekarnya Bunga Mei mendahului bunga-bunga lainnya juga menjadi pertanda akan datangnya musim semi.
**********
卜算子•悼国际共产主义战士艾地同志
疏枝立寒窗,
笑在百花前。
奈何笑容难为久,
春来反凋残。
残固不堪残,
何须自寻烦?
花落自有花开日,
蓄芳待来年。
1965年12月
Bungarampai ini berisi tulisan-tulisan, baik yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku, mau pun yang belum atau tidak dibukukan.
24 Oktober 2009
EKONOMI DUNIA
Suar Suroso:
KRISIS MONETER DUNIA KAPITALIS
DAN HARAPAN PADA SOSIALISME
(1)
Dunia kapitalis dilanda krisis. Bermula dari krisis moneter Wallstreet. Pemerintah George W. Bush terpaksa mengucurkan 700 miliar dollar untuk menalangi lembaga-lembaga moneter yang bangkrut itu. Saham-saham di bursa saham New York, London, Frankfurt, Tokio, Seoul, Singapura, Jakarta, Sydney pada anjlok. Demikian pula di Hongkong, dan Shanghai. Para pemegang saham terperanjat, terpana. Dalam sekejap, kekayaan lenyap. Hantu pengangguran mengancam kaum pekerja. Kehidupan rumah tangga yang sudah terbiasa dengan budaya kredit “besar pasak dari tiang” jadi porak poranda. Malapetaka melanda dunia kapitalis.
Para pengamat ekonomi dunia menyuarakan kengerian akan krisis dunia moneter ini. Banyak yang teringat akan kebenaran tulisan Marx, bahwa krisis ekonomi tak terelakkan dalam sistim kapitalisme. Tidak sedikit yang menyatakan “neo liberalisme telah gagal”. Harian Pravda Russia menulis: “the way of life Amerika sudah mati”. Di Indonesia kian garang hujatan pada “maffia Berkeley” yang mendalangi gagasan perekonomian rezim orba. Bahkan mengutuk para pengagum teori “pasar bebas”. Dan setelah hampir sepertiga abad di bawah rezim orba mulut dirajut, yaitu mempropagandakan sosialisme dilarang, kembali muncul suara mendambakan sosialisme.
Yang terjadi adalah krisis moneter yang lebih dahsyat dari “depresi besar” tahun 1929, yang menimbulkan Perang Dunia kedua. Lebih hebat dari krisis moneter melanda Asia 1997. Inilah krisis moneter terhebat dalam sejarah kapitalisme. Direktur IMF Dominique Strauss-Kahn mengungkapkan, ketakutan dunia internasional terhadap kebangkrutan sejumlah lembaga keuangan besar yang berpusat di AS dan Eropa telah mendorong ekonomi ke arah kehancuran. Michel Camdessus, mantan Direktur Pelaksana IMF, menyatakan bahwa akar krisis adalah minimnya peraturan yang mengontrol sektor keuangan AS. Pemimpin negara Kelompok 20 (G-20), dan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick, menyayangkan sikap AS yang sangat tidak tanggap terhadap masalah kredit macet yang melilit beberapa lembaga keuangan berskala internasional. Komite Pembangunan Bank Dunia dan IMF, dalam komunikenya menyatakan: "Negara berkembang dan dalam peralihan dapat mengalami konsekuensi serius dari setiap pengetatan kredit berkepanjangan atau kemunduran global yang berkelanjutan." Perdana Menteri Inggeris Gordon Brown mendesak Eropa agar meniru rencana yang dia siapkan, yaitu menerapkan paket penyelamatan ekonomi. Dan mengatakan: "Bagi Eropa, taruhannya sangat tinggi. Sekarang ini adalah ujian bagi semua orang. Tidak ada satu negara pun yang bisa lepas dari keadaan seperti ini”.
Ketidakpercayaan atas liberalisasi ekonomi sudah dikumandangkan para ahli dan politisi di Amerika sendiri. Majalah Newsweek edisi 7 Januari 2008 memuat tulisan kolumnis Robert J Samuelson yang berjudul "Selamat Tinggal pada Perdagangan Bebas". Robert Skidelsky, anggota Majelis Tinggi Inggris, guru besar emeritus ekonomi politik pada Warwick University menyatakan: “Ambruknya Lehman Brothers dan terpaksa dijualnya Merrill Lynch, dua di antara nama-nama paling besar di dunia keuangan, menandai berakhirnya suatu era”. Selandjutnya dia menulis dalam The Washington Post 19-10-2008: “ We all hope that the new Nobel laureate Paul Krugman is right that the rescue operations taken in the past couple of weeks may be enough to stem the financial crisis. But the wreckage may be with us for a long time to come.” “Semua kita mengharap bahwa pemenang hadiah Nobel yang baru Paul Krugman adalah benar bahwa operasi-operasi penyelamatan yang dijalankan beberapa minggu ini adalah cukup untuk membendung krisis moneter ini. Tapi kerusakan akibatnya akan tinggal bersama kita untuk waktu yang panjang”. Kolumnis Philip Stephens menulis dalam The Financial Times 9-10-2008, bahwa “Pelajaran besar yang diperoleh adalah bahwa Barat tidak bisa lagi memandang tatatertib dunia menurut kemauannya. Selama lebih dari dua abad AS dan Eropa sudah memaksakan hegemoninya di bidang ekonomi, politik dan kultural. Zaman itu sedang berakhir”.
Dengan judul The End of Laissez-faire, Sri-Edi Swasono menulis dalam Jawa Pos: “Krisis keuangan AS timbul karena kerakusan kapitalisme. Kredit awut-awutan untuk melampiaskan kekayaan, suatu affluency selera mewah masyarakat AS, saat ini melaju dan mengakibatkan kredit berkembang tanpa kehati-hatian”. Menurut Christianto Wibisono: “Dengan krisis keuangan yang dipicu oleh ‘tsunami Wall Street’, AS juga kehilangan status dan citra sebagai model kisah sukses kejayaan ekonomi. Malah menjadi biang keladi dan sumber keterpurukan ekonomi dunia. Selanjutnya dia menulis: “Dana-dana surplus RRT, Jepang, Singapura, dan Timur Tengah yang dikelola dan dimiliki oleh negara dalam wadah yang sekarang disebut Sovereign Wealth Fund (SWF) membuktikan bahwa otoriterisme bersih, bisa lebih efektif mengakumulasi modal ketimbang liberalisme Wall Street yang tidak terkontrol hingga bursa terjun bebas ke jurang keambrukan.”
Rudi Hartono menulis: “krisis yang terjadi sekarang ini berikut tindakan-tindakan politik yang diambil pemerintah AS telah melahirkan sejumlah kesimpulan; pertama, krisis ini telah berdampak luas dan susah dipulihkan dalam waktu singkat, melahirkan ketidakpercayaan terhadap ‘kemanjuran model ekonomi Anglo-Amerika’ atau telah menggugurkan keyakinan orang terhadap ‘neoliberalisme’ dan ‘Washington consensus’. Boleh jadi, system ini sudah tamat riwayatnya; dan krisis ini telah memerosotkan wibawa dan hegemoni AS dalam geopolitik global”.
Antara News menyiarkan tulisan Akhmad Kusaeni berjudul Neo-Libealisme Telah Mati. Antara lain dikemukakannya: “Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat menjadi bukti sakaratul maut sistim pasar bebas. Neoliberalisme telah mati! Neoliberalisme yang selama ini diagung-agungkan telah runtuh. Salah satu pilar penyangga liberalisme ekonomi adalah pasar bebas. Biarkan si "invicible hand" mengatur segalanya berdasar hukum "supply and demand".
Dengan judul “Tiongkok menjadi kiblat”, Ryan Kiryanto menulis dalam Suara Pembaruan: “Keangkuhan ekonom dan ahli keuangan AS menjadi bahan olok-olok analis Eropa. Pasar bebas yang menjadi ‘agama ekonomi’ kapitalis AS, berakhir sudah. Dana talangan sama saja dengan subsidi. Padahal, selama ini para ekonom AS sangat ‘tabu’ dengan yang namanya subsidi”. Selanjutnya Ryan Kiryanto menulis: “tanpa harus berpikir terlalu lama, inilah saatnya untuk melakukan reformasi terhadap cara pandang terhadap kedigdayaan AS. Indonesia yang begitu besar, memiliki potensi sumber daya alam (SDA) tak terbatas serta letak geografis yang cukup strategis sehingga sebetulnya tak harus bergantung kepada AS lagi”. “Lalu, adakah negara yang bisa dijadikan sandaran? Ada! Kini harapan ada pada Tiongkok”.
Disamping kembali mencuatnya nama Marx karena teori ekonominya yang ternyata benar dalam hal terjadinya krisis ekonomi dalam sistim kapitalisme, tidak sedikit penulis mendambakan sosialisme sebagai jalan keluar dari kebangkrutan kapitalisme.
Kini kian mengalir berita duka, memaparkan nestapa menimpa rakyat banyak: perusahaan-perusahaan tutup usaha, kehilangan lapangan kerja jadi oenganggur, kekayaan lenyap karena anjloknya saham, keluarga yang rukun damai
Sampai kapan ini semua ?
(Bersambung)
KRISIS MONETER DUNIA KAPITALIS
DAN HARAPAN PADA SOSIALISME
(1)
Dunia kapitalis dilanda krisis. Bermula dari krisis moneter Wallstreet. Pemerintah George W. Bush terpaksa mengucurkan 700 miliar dollar untuk menalangi lembaga-lembaga moneter yang bangkrut itu. Saham-saham di bursa saham New York, London, Frankfurt, Tokio, Seoul, Singapura, Jakarta, Sydney pada anjlok. Demikian pula di Hongkong, dan Shanghai. Para pemegang saham terperanjat, terpana. Dalam sekejap, kekayaan lenyap. Hantu pengangguran mengancam kaum pekerja. Kehidupan rumah tangga yang sudah terbiasa dengan budaya kredit “besar pasak dari tiang” jadi porak poranda. Malapetaka melanda dunia kapitalis.
Para pengamat ekonomi dunia menyuarakan kengerian akan krisis dunia moneter ini. Banyak yang teringat akan kebenaran tulisan Marx, bahwa krisis ekonomi tak terelakkan dalam sistim kapitalisme. Tidak sedikit yang menyatakan “neo liberalisme telah gagal”. Harian Pravda Russia menulis: “the way of life Amerika sudah mati”. Di Indonesia kian garang hujatan pada “maffia Berkeley” yang mendalangi gagasan perekonomian rezim orba. Bahkan mengutuk para pengagum teori “pasar bebas”. Dan setelah hampir sepertiga abad di bawah rezim orba mulut dirajut, yaitu mempropagandakan sosialisme dilarang, kembali muncul suara mendambakan sosialisme.
Yang terjadi adalah krisis moneter yang lebih dahsyat dari “depresi besar” tahun 1929, yang menimbulkan Perang Dunia kedua. Lebih hebat dari krisis moneter melanda Asia 1997. Inilah krisis moneter terhebat dalam sejarah kapitalisme. Direktur IMF Dominique Strauss-Kahn mengungkapkan, ketakutan dunia internasional terhadap kebangkrutan sejumlah lembaga keuangan besar yang berpusat di AS dan Eropa telah mendorong ekonomi ke arah kehancuran. Michel Camdessus, mantan Direktur Pelaksana IMF, menyatakan bahwa akar krisis adalah minimnya peraturan yang mengontrol sektor keuangan AS. Pemimpin negara Kelompok 20 (G-20), dan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick, menyayangkan sikap AS yang sangat tidak tanggap terhadap masalah kredit macet yang melilit beberapa lembaga keuangan berskala internasional. Komite Pembangunan Bank Dunia dan IMF, dalam komunikenya menyatakan: "Negara berkembang dan dalam peralihan dapat mengalami konsekuensi serius dari setiap pengetatan kredit berkepanjangan atau kemunduran global yang berkelanjutan." Perdana Menteri Inggeris Gordon Brown mendesak Eropa agar meniru rencana yang dia siapkan, yaitu menerapkan paket penyelamatan ekonomi. Dan mengatakan: "Bagi Eropa, taruhannya sangat tinggi. Sekarang ini adalah ujian bagi semua orang. Tidak ada satu negara pun yang bisa lepas dari keadaan seperti ini”.
Ketidakpercayaan atas liberalisasi ekonomi sudah dikumandangkan para ahli dan politisi di Amerika sendiri. Majalah Newsweek edisi 7 Januari 2008 memuat tulisan kolumnis Robert J Samuelson yang berjudul "Selamat Tinggal pada Perdagangan Bebas". Robert Skidelsky, anggota Majelis Tinggi Inggris, guru besar emeritus ekonomi politik pada Warwick University menyatakan: “Ambruknya Lehman Brothers dan terpaksa dijualnya Merrill Lynch, dua di antara nama-nama paling besar di dunia keuangan, menandai berakhirnya suatu era”. Selandjutnya dia menulis dalam The Washington Post 19-10-2008: “ We all hope that the new Nobel laureate Paul Krugman is right that the rescue operations taken in the past couple of weeks may be enough to stem the financial crisis. But the wreckage may be with us for a long time to come.” “Semua kita mengharap bahwa pemenang hadiah Nobel yang baru Paul Krugman adalah benar bahwa operasi-operasi penyelamatan yang dijalankan beberapa minggu ini adalah cukup untuk membendung krisis moneter ini. Tapi kerusakan akibatnya akan tinggal bersama kita untuk waktu yang panjang”. Kolumnis Philip Stephens menulis dalam The Financial Times 9-10-2008, bahwa “Pelajaran besar yang diperoleh adalah bahwa Barat tidak bisa lagi memandang tatatertib dunia menurut kemauannya. Selama lebih dari dua abad AS dan Eropa sudah memaksakan hegemoninya di bidang ekonomi, politik dan kultural. Zaman itu sedang berakhir”.
Dengan judul The End of Laissez-faire, Sri-Edi Swasono menulis dalam Jawa Pos: “Krisis keuangan AS timbul karena kerakusan kapitalisme. Kredit awut-awutan untuk melampiaskan kekayaan, suatu affluency selera mewah masyarakat AS, saat ini melaju dan mengakibatkan kredit berkembang tanpa kehati-hatian”. Menurut Christianto Wibisono: “Dengan krisis keuangan yang dipicu oleh ‘tsunami Wall Street’, AS juga kehilangan status dan citra sebagai model kisah sukses kejayaan ekonomi. Malah menjadi biang keladi dan sumber keterpurukan ekonomi dunia. Selanjutnya dia menulis: “Dana-dana surplus RRT, Jepang, Singapura, dan Timur Tengah yang dikelola dan dimiliki oleh negara dalam wadah yang sekarang disebut Sovereign Wealth Fund (SWF) membuktikan bahwa otoriterisme bersih, bisa lebih efektif mengakumulasi modal ketimbang liberalisme Wall Street yang tidak terkontrol hingga bursa terjun bebas ke jurang keambrukan.”
Rudi Hartono menulis: “krisis yang terjadi sekarang ini berikut tindakan-tindakan politik yang diambil pemerintah AS telah melahirkan sejumlah kesimpulan; pertama, krisis ini telah berdampak luas dan susah dipulihkan dalam waktu singkat, melahirkan ketidakpercayaan terhadap ‘kemanjuran model ekonomi Anglo-Amerika’ atau telah menggugurkan keyakinan orang terhadap ‘neoliberalisme’ dan ‘Washington consensus’. Boleh jadi, system ini sudah tamat riwayatnya; dan krisis ini telah memerosotkan wibawa dan hegemoni AS dalam geopolitik global”.
Antara News menyiarkan tulisan Akhmad Kusaeni berjudul Neo-Libealisme Telah Mati. Antara lain dikemukakannya: “Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat menjadi bukti sakaratul maut sistim pasar bebas. Neoliberalisme telah mati! Neoliberalisme yang selama ini diagung-agungkan telah runtuh. Salah satu pilar penyangga liberalisme ekonomi adalah pasar bebas. Biarkan si "invicible hand" mengatur segalanya berdasar hukum "supply and demand".
Dengan judul “Tiongkok menjadi kiblat”, Ryan Kiryanto menulis dalam Suara Pembaruan: “Keangkuhan ekonom dan ahli keuangan AS menjadi bahan olok-olok analis Eropa. Pasar bebas yang menjadi ‘agama ekonomi’ kapitalis AS, berakhir sudah. Dana talangan sama saja dengan subsidi. Padahal, selama ini para ekonom AS sangat ‘tabu’ dengan yang namanya subsidi”. Selanjutnya Ryan Kiryanto menulis: “tanpa harus berpikir terlalu lama, inilah saatnya untuk melakukan reformasi terhadap cara pandang terhadap kedigdayaan AS. Indonesia yang begitu besar, memiliki potensi sumber daya alam (SDA) tak terbatas serta letak geografis yang cukup strategis sehingga sebetulnya tak harus bergantung kepada AS lagi”. “Lalu, adakah negara yang bisa dijadikan sandaran? Ada! Kini harapan ada pada Tiongkok”.
Disamping kembali mencuatnya nama Marx karena teori ekonominya yang ternyata benar dalam hal terjadinya krisis ekonomi dalam sistim kapitalisme, tidak sedikit penulis mendambakan sosialisme sebagai jalan keluar dari kebangkrutan kapitalisme.
Kini kian mengalir berita duka, memaparkan nestapa menimpa rakyat banyak: perusahaan-perusahaan tutup usaha, kehilangan lapangan kerja jadi oenganggur, kekayaan lenyap karena anjloknya saham, keluarga yang rukun damai
Sampai kapan ini semua ?
(Bersambung)
EKONOMI DUNIA
Suar Suroso:
KRISIS MONETER DUNIA KAPITALIS
DAN HARAPAN PADA SOSIALISME
(2)
Burjuasi sempat bergendang paha dengan robohnya Tembok Berlin. Disusul panji merah berpalu-arit terkulai, dikerek turun dari puncak istana Kremlin. Negara Uni Republik-Republik Sovyet Sosialis brantakan. Demikian pula negara-negara sosialis di Eropa Timur. URSS lenyap dari peta politik dunia. Dalam pedato kenegaraannya awal 1992, Presiden George Bush memproklamirkan “Perang Dingin sudah usai, komunisme sudah mampus dan kita menang !”
Soeharto dan para punggawanya menepuk dada. Merasa rezim orba dibenarkan sejarah telah membasmi komunis dan Sukarnois. Telah melarang penyebaran ajaran sosialisme di seluruh Indonesia. Melarang buku-buku karya Pramudya dan semua karya pengarang Lekra tak pandang judul dan waktu terbit. Dan di bidang ekonomi, rezim orba dipandu oleh para pembela ekonomi pasar bebas dengan para ahlinya dari “mafia Berkeley”. Ekonomi terpimpin yang digagaskan Bung Karno dicampakkan. Indonesia pun menjadi negeri tergantung, terutama pada Amerika Serikat. Maka semuanya bermuara pada terpuruknya ekonomi Indonesia, dengan Suharto dinilai PBB sebagai koruptor nomor wahid di dunia.
Menyusul pedato Presiden Bush yang mengumumkan usainya Perang Dingin, para pembela tangguh kapitalisme, Francis Fukuyama tampil dengan karyanya “The End of History. Dinyatakannya liberalisme sudah mengungguli Marxisme. Dan menurut Samuel Huntington usainya Perang Dingin akan disusul oleh The Clash of Civilisations. Gagasan inilah yang membimbing politik luarnegeri Amerika Serikat yang main gunakan kekerasan senjata dimana-mana untuk merajai dunia. Dan neo-liberalisme pun marak merebak melanda dunia. Hasilnya adalah krisis moneter dunia sekarang ini.
Adalah wajar, dalam saat dunia dilanda krisis moneter kapitalis ini, orang menoleh ke sukses-sukses pembangunan ekonomi Tiongkok dan mendambakan sosialisme. Ada sementara kalangan yang merasa tidak sudi menyatakan Tiongkok itu melaksanakan sistim sosialis. Ada yang menyebut Tiongkok sebagai negeri dalam tahap permulaan kapitalisme. Bahkan tak sedikit yang menyatakan sudah menjadi negeri kapitalis. Prof. Cui Zhiyuan menyatakan Tiongkok adalah menjalankan sistim “kapitalisme Sungai Kuning”. Sebaliknya, Dr Han Hwie-Sung menulis, bahwa Tiongkok menjalankan sistim “sosialisme Sungai Kuning”.
Nama apa pun yang diberikan pada Tiongkok, tidaklah akan merobah kenyataan Tiongkok sesungguhnya. Tiongkok dewasa ini adalah negara besar yang tak bisa ditinggalkan dalam urusan-urusan dunia. Dalam usaha keras mengatasi krisis moneter dunia kapitalis sekarang, para tokoh negara-negara besar dunia menyuarakan keinginan mengikutkan-sertakan Tiongkok. Bahkan di Indonesia ada yang menulis, menjadikan Tiongkok sebagai kiblat untuk mengatasi krisis moneter sekarang ini. Ada pula yang menjuluki Tiongkok sebagai neo-IMF, karena kekuatan finansiilnya yang mengungguli semua negara di dunia.
Tiongkok memang sedang mempesona. Dunia mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok adalah menakjubkan dalam sejarah. Potensi ekonomi Tiongkok yang jadi mengagumkan, bukanlah hasil penumpukan riba atau buah spekulasi moneter bursa saham. Tapi adalah hasil cucuran keringat dan bantingan tulang rakyat pekerja. Inilah realisasi pemahaman ilmiah tentang hakekat dan tugas utama sosialisme yang diajukan Teori Deng Xiaoping. Yaitu meningkatkan produksi material besar-besaran liwat pembebasan dan pengembangan tenaga produktif. Ini bisa terjadi, karena Republik Rakyat Tiongkok menjalankan sistim politik kerjasama multi partai di bawah pimpinan Partai Komunis. Dalam Undang Undang Dasar Negara dinyatakan bahwa Tiongkok menjunjung tinggi empat prinsip dasar, yaitu pertama menempuh jalan sosialis, kedua melaksanakan diktatur demokrasi rakyat, ketiga dibawah pimpinan Partai Komunis Tiongkok, dan keempat dengan ideologi pembimbing Marxisme-Leninisme, Fikiran Mao zedong, Teori Deng Xiaoping, Fikiran Penting Tiga Mewakili serta Pandangan Ilmiah Tentang Perkembangan. Dengan ideologi pembimbing inilah dilakukan pembangunan sosialisme berkepribadian Tiongkok.
Teori Deng Xiaoping adalah pengembangan Marxisme berdasarkan pengalaman praktek sosialisme di Tiongkok. Sementara golongan yang sinis, memvulgerkan teori Deng Xiaoping dengan ungkapan “tak pandang kucing hitam atau kucing putih, asal menangkap tikus adalah kucing yang baik”, “menjadi kaya itu adalah mulia”. Sesungguhnya, teori Deng Xiaoping meliputi seperangkat gagasan penting dalam membimbing pembangunan sosialisme di Tiongkok. Adalah keliru orang-orang yang menyatakan Deng Xiaoping itu pragmatis. Pandangan dunianya adalah materialisme dialektis dan historis. Dengan tangguh dan gigih dia mengajarkan keharusan mencengkam ”bebaskan fikiran”, “cari kebenaran dari kenyataan”. “Cari kebenaran dari kenyataan” adalah inti dari materialisme dialektis. Dalam teori Deng Xiaoping, terdapat pemahaman bahwa Tiongkok sekarang berada dalam tahap pertama sosialisme, bahwa hakekat dan tugas utama sosialisme, adalah membebaskan dan mengembangkan tenaga produktif, setapak demi setapak melenyapkan kemiskinan, bahwa miskin itu bukanlah sosialisme, bahwa rakyat Tiongkok yang besar jumlahnya itu tidak mungkin serentak menjadi kaya, oleh karena itu membolehkan sebagian jadi kaya duluan dengan cara yang sah dan membawa maju yang lainnya menyusul kaya; bahwa kecendrungan dunia sekarang adalah damai dan berkembang, dan untuk membebaskan Hongkong dan Macau serta penyatuan Taiwan liwat politik “satu negara dua sistim”. Justru di bawah pimpinan Deng Xiaoping lah berlangsung pembelaan serta penilaian atas Mao Zedong dan Fikiran Mao Zedong, dinyatakan bahwa Revolusi Besar Kebudayaan Proletar yang diprakarsai oleh Mao Zedong itu adalah salah secara teori dan tidak sesuai dengan kenyataan kongkrit Tiongkok hingga menimbulkan kemunduran dalam pembangunan sosialisme di Tiongkok. Maka semboyan “perjuangan klas sebagai poros” dalam Revolusi Besar Kebudayaan Proletar diganti dengan “pembangunan ekonomi sebagai tugas utama”, dilakukan reform dan dijalankan politik terbuka terhadap dunia luar.
Pengembangan Marxisme di Tiongkok tidak berhenti pada Teori Deng Xiaoping. Kongres ke-XVI dan keXVII Partai Komunis Tiongkok menampilkan rumusan-rumusan baru dalam ideologi pembimbingnya. Yaitu dengan Fikiran Penting Tiga Mewakili, yang berarti Partai haruslah mewakili tenaga peroduktif yang maju, mewakili orientasi kebudayaan nasional yang maju, dan mewakili kepentingan rakyat terbanyak. Kemudian disusul lagi dengan ideologi pembimbing Pandangan Ilmiah Tentang Perkembangan serta menempatkan rakyat sebagai yang utama, gagasan membangun masyarakat yang cukup sejahtera dan harmonis. Dalam politik luarnegeri juga diajukan gagasan membela perdamaian dan membangun dunia yang harmonis. Pengalaman membangun sosialisme memperkaya teori yang sudah ada. Dengan demikian Marxisme terus menerus berkembang maju.
Bagi Indonesia, membangun sosialisme belumlah menjadi acara dewasa ini. Jangankan membangun sosialisme, berbicara saja tentang sosialisme sudah dilarang selama hampir sepertiga abad oleh rezim orba. Oleh karena itu generasi muda yang lahir atau dibesarkan dibawah kekuasaan rezim orba adalah dibutakan mengenai masalah sosialisme. Dengan timbulnya krisis moneter dunia kapitalis, terbukalah mata orang banyak bahwa kapitalisme bukanlah satu-satunya sistim ekonomi yang ada. Disamping kapitalisme, ada sistim ekonomi lainnya, yaitu sosialisme. Walaupun kini ada sejumlah negeri di dunia yang menjalankan sistim sosialis seperti Tiongkok, Vietnam, Kuba, Republik Rakyat Demokrasi Korea, diatas segala-galanya kita tidak boleh menjiplak apa yang terjadi di negeri lain.
Sesungguhnya, dalam sejarah modern Indonesia, masalah sosialisme bukanlah soal yang baru. Boleh dikatakan, semua tokoh pergerakan nasional gandrung akan dan mendambakan sosialisme. Mulai dari Pak Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, Darsono, Semaun, Tan Malaka, Soetan Sjahrir, Mohammad Hatta, Amir Sjarifoeddin, Roeslan Abdoelgani semuanya becita-citakan sosialisme. Lebih-lebih lagi Bung Karno. Bahkan Soeharto pun ingin membangun sosialisme religieus di Indonesia.
Dengan dibantainya semua penganut cita-cita sosialisme di Indonesia oleh rezim orba di bawah Soeharto, maka generasi yang lahir dan dibesarkan di bawah kekuasaan rezim orba jadi buta akan sosialisme. Dengan Keputusan MPRS No XXV tahun 1967, ilmu sosialisme dinyatakn terlarang di Indonesia. Betapa tragisnya bangsa kita dengan pembodohan jahiliyah dibawah kekuasaan orba ini ! Karena sosialisme adalah ilmu, ia haruslah dipelajari sebagai ilmu. Dan ilmu tak dapat dibendung penyebarannya, karena akan selalu dicari oleh mereka yang membutuhkannya.
Indonesia tidak perlu, dan jangan sekali-kali menjiplak negeri lain. Dalam pemahaman tentang ajaran mengenai sosialisme, cukup banyak bisa dipelajari dari karya-karya Bung Karno. Mulai dari tulisan Nasionalisme Islamisme dan Marxisme, Memperingati 50 Tahun Wafatnya Karl Marx, Mencapai Indonesia Merdeka, Batu Ujian Sejarah dan banyak lainnya dalam buku Dibawah Bendera Revolusi. Dan pedato-pedato Bung Karno mulai dari Lahirnya Pancasila serta pedato-pedato di tahun enampuluhan sampai saat wafatnya beliau dalam tahanan rezim Suharto, sungguh kaya dengan semangat dan cita-cita sosialisme. Dan ajaran penting Bung Karno Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, haruslah ditegakkan dalam fikiran generasi muda..
Sukses-sukses yang dicapai dalam pembangunan sosialisme di Tiongkok serta kemajuan pembangunan di Vietnam, Kuba dan Republik Rakyat Demokrasi Korea kian meyakinkan benarnya harapan pada sosialisme. Ditambah lagi dengan kemenangan rakyat Nepal di bawah pimpinan Partai Komunis Nepal (Maois) menggulingkan kekuasaan feodal otokratis, mendirikan Republik Demokratis Federal Nepal. Dan dengan dipelopori Venezuela di bawah pimpinan Presiden Chavez, gerakan mendambakan sosialisme kian berkobar di Amerika Latin. Bersama-sama dengan ketangguhan Vietnam Sosialis, Republik Rakyat Demokrasi Korea serta Kuba, gerakan sosialisme dunia kian memberi harapan.
Prestasi pelaksanaan tugas utama sosialisme, yaitu besar-besaran meningkatkan produksi material liwat pembebasan dan pengembangan tenaga produktif didemonstrasikan di Tiongkok dengan terbangunnya bendungan dan pembangkit tenaga listrik air raksasa terbesar di dunia di Tiga Ngarai Sungai Yangtse, pembangunan jalan kereta-api Xinjiang-Tibet yang tertinggi di dunia dari permukaan laut, pembangunan jembatan terpanjang di dunia menyeberangi Teluk Hangzhou, terbangunnya jaringan jalan-jalan raya umum di seluruh Tiongkok, berhasilnya Tiongkok dengan cekatan mengatasi musibah gempa dahsyat tingkat 8 skala richter menimpa provinsi Sichuan yang mengorbankan 70.000 penduduk, mampunya Tiongkok mengorbitkan pesawat ruang angkasa mengitari bulan, suksesnya penerbangan antariksa tiga orang dalam pesawat Shenzhou 7, suksesnya penyelenggaraan Olimpiade musim panas dan Olimpiade orang cacat 2008 di Beijing.
Tiongkok kini memang mempesona. Lebih indah dari mekarnya bunga Mei di puncak musim salju, karya-karya raksasa rakyat pekerja Tiongkok ini akan mengilhami seniman dan seniwati berkarya menggubah puisi, novel, simfoni, balet, lukisan, patung dan sendra-tari, menyenandungkan jelitanya hidup membangun sosialisme !!!
******
21-10-2008.
KRISIS MONETER DUNIA KAPITALIS
DAN HARAPAN PADA SOSIALISME
(2)
Burjuasi sempat bergendang paha dengan robohnya Tembok Berlin. Disusul panji merah berpalu-arit terkulai, dikerek turun dari puncak istana Kremlin. Negara Uni Republik-Republik Sovyet Sosialis brantakan. Demikian pula negara-negara sosialis di Eropa Timur. URSS lenyap dari peta politik dunia. Dalam pedato kenegaraannya awal 1992, Presiden George Bush memproklamirkan “Perang Dingin sudah usai, komunisme sudah mampus dan kita menang !”
Soeharto dan para punggawanya menepuk dada. Merasa rezim orba dibenarkan sejarah telah membasmi komunis dan Sukarnois. Telah melarang penyebaran ajaran sosialisme di seluruh Indonesia. Melarang buku-buku karya Pramudya dan semua karya pengarang Lekra tak pandang judul dan waktu terbit. Dan di bidang ekonomi, rezim orba dipandu oleh para pembela ekonomi pasar bebas dengan para ahlinya dari “mafia Berkeley”. Ekonomi terpimpin yang digagaskan Bung Karno dicampakkan. Indonesia pun menjadi negeri tergantung, terutama pada Amerika Serikat. Maka semuanya bermuara pada terpuruknya ekonomi Indonesia, dengan Suharto dinilai PBB sebagai koruptor nomor wahid di dunia.
Menyusul pedato Presiden Bush yang mengumumkan usainya Perang Dingin, para pembela tangguh kapitalisme, Francis Fukuyama tampil dengan karyanya “The End of History. Dinyatakannya liberalisme sudah mengungguli Marxisme. Dan menurut Samuel Huntington usainya Perang Dingin akan disusul oleh The Clash of Civilisations. Gagasan inilah yang membimbing politik luarnegeri Amerika Serikat yang main gunakan kekerasan senjata dimana-mana untuk merajai dunia. Dan neo-liberalisme pun marak merebak melanda dunia. Hasilnya adalah krisis moneter dunia sekarang ini.
Adalah wajar, dalam saat dunia dilanda krisis moneter kapitalis ini, orang menoleh ke sukses-sukses pembangunan ekonomi Tiongkok dan mendambakan sosialisme. Ada sementara kalangan yang merasa tidak sudi menyatakan Tiongkok itu melaksanakan sistim sosialis. Ada yang menyebut Tiongkok sebagai negeri dalam tahap permulaan kapitalisme. Bahkan tak sedikit yang menyatakan sudah menjadi negeri kapitalis. Prof. Cui Zhiyuan menyatakan Tiongkok adalah menjalankan sistim “kapitalisme Sungai Kuning”. Sebaliknya, Dr Han Hwie-Sung menulis, bahwa Tiongkok menjalankan sistim “sosialisme Sungai Kuning”.
Nama apa pun yang diberikan pada Tiongkok, tidaklah akan merobah kenyataan Tiongkok sesungguhnya. Tiongkok dewasa ini adalah negara besar yang tak bisa ditinggalkan dalam urusan-urusan dunia. Dalam usaha keras mengatasi krisis moneter dunia kapitalis sekarang, para tokoh negara-negara besar dunia menyuarakan keinginan mengikutkan-sertakan Tiongkok. Bahkan di Indonesia ada yang menulis, menjadikan Tiongkok sebagai kiblat untuk mengatasi krisis moneter sekarang ini. Ada pula yang menjuluki Tiongkok sebagai neo-IMF, karena kekuatan finansiilnya yang mengungguli semua negara di dunia.
Tiongkok memang sedang mempesona. Dunia mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok adalah menakjubkan dalam sejarah. Potensi ekonomi Tiongkok yang jadi mengagumkan, bukanlah hasil penumpukan riba atau buah spekulasi moneter bursa saham. Tapi adalah hasil cucuran keringat dan bantingan tulang rakyat pekerja. Inilah realisasi pemahaman ilmiah tentang hakekat dan tugas utama sosialisme yang diajukan Teori Deng Xiaoping. Yaitu meningkatkan produksi material besar-besaran liwat pembebasan dan pengembangan tenaga produktif. Ini bisa terjadi, karena Republik Rakyat Tiongkok menjalankan sistim politik kerjasama multi partai di bawah pimpinan Partai Komunis. Dalam Undang Undang Dasar Negara dinyatakan bahwa Tiongkok menjunjung tinggi empat prinsip dasar, yaitu pertama menempuh jalan sosialis, kedua melaksanakan diktatur demokrasi rakyat, ketiga dibawah pimpinan Partai Komunis Tiongkok, dan keempat dengan ideologi pembimbing Marxisme-Leninisme, Fikiran Mao zedong, Teori Deng Xiaoping, Fikiran Penting Tiga Mewakili serta Pandangan Ilmiah Tentang Perkembangan. Dengan ideologi pembimbing inilah dilakukan pembangunan sosialisme berkepribadian Tiongkok.
Teori Deng Xiaoping adalah pengembangan Marxisme berdasarkan pengalaman praktek sosialisme di Tiongkok. Sementara golongan yang sinis, memvulgerkan teori Deng Xiaoping dengan ungkapan “tak pandang kucing hitam atau kucing putih, asal menangkap tikus adalah kucing yang baik”, “menjadi kaya itu adalah mulia”. Sesungguhnya, teori Deng Xiaoping meliputi seperangkat gagasan penting dalam membimbing pembangunan sosialisme di Tiongkok. Adalah keliru orang-orang yang menyatakan Deng Xiaoping itu pragmatis. Pandangan dunianya adalah materialisme dialektis dan historis. Dengan tangguh dan gigih dia mengajarkan keharusan mencengkam ”bebaskan fikiran”, “cari kebenaran dari kenyataan”. “Cari kebenaran dari kenyataan” adalah inti dari materialisme dialektis. Dalam teori Deng Xiaoping, terdapat pemahaman bahwa Tiongkok sekarang berada dalam tahap pertama sosialisme, bahwa hakekat dan tugas utama sosialisme, adalah membebaskan dan mengembangkan tenaga produktif, setapak demi setapak melenyapkan kemiskinan, bahwa miskin itu bukanlah sosialisme, bahwa rakyat Tiongkok yang besar jumlahnya itu tidak mungkin serentak menjadi kaya, oleh karena itu membolehkan sebagian jadi kaya duluan dengan cara yang sah dan membawa maju yang lainnya menyusul kaya; bahwa kecendrungan dunia sekarang adalah damai dan berkembang, dan untuk membebaskan Hongkong dan Macau serta penyatuan Taiwan liwat politik “satu negara dua sistim”. Justru di bawah pimpinan Deng Xiaoping lah berlangsung pembelaan serta penilaian atas Mao Zedong dan Fikiran Mao Zedong, dinyatakan bahwa Revolusi Besar Kebudayaan Proletar yang diprakarsai oleh Mao Zedong itu adalah salah secara teori dan tidak sesuai dengan kenyataan kongkrit Tiongkok hingga menimbulkan kemunduran dalam pembangunan sosialisme di Tiongkok. Maka semboyan “perjuangan klas sebagai poros” dalam Revolusi Besar Kebudayaan Proletar diganti dengan “pembangunan ekonomi sebagai tugas utama”, dilakukan reform dan dijalankan politik terbuka terhadap dunia luar.
Pengembangan Marxisme di Tiongkok tidak berhenti pada Teori Deng Xiaoping. Kongres ke-XVI dan keXVII Partai Komunis Tiongkok menampilkan rumusan-rumusan baru dalam ideologi pembimbingnya. Yaitu dengan Fikiran Penting Tiga Mewakili, yang berarti Partai haruslah mewakili tenaga peroduktif yang maju, mewakili orientasi kebudayaan nasional yang maju, dan mewakili kepentingan rakyat terbanyak. Kemudian disusul lagi dengan ideologi pembimbing Pandangan Ilmiah Tentang Perkembangan serta menempatkan rakyat sebagai yang utama, gagasan membangun masyarakat yang cukup sejahtera dan harmonis. Dalam politik luarnegeri juga diajukan gagasan membela perdamaian dan membangun dunia yang harmonis. Pengalaman membangun sosialisme memperkaya teori yang sudah ada. Dengan demikian Marxisme terus menerus berkembang maju.
Bagi Indonesia, membangun sosialisme belumlah menjadi acara dewasa ini. Jangankan membangun sosialisme, berbicara saja tentang sosialisme sudah dilarang selama hampir sepertiga abad oleh rezim orba. Oleh karena itu generasi muda yang lahir atau dibesarkan dibawah kekuasaan rezim orba adalah dibutakan mengenai masalah sosialisme. Dengan timbulnya krisis moneter dunia kapitalis, terbukalah mata orang banyak bahwa kapitalisme bukanlah satu-satunya sistim ekonomi yang ada. Disamping kapitalisme, ada sistim ekonomi lainnya, yaitu sosialisme. Walaupun kini ada sejumlah negeri di dunia yang menjalankan sistim sosialis seperti Tiongkok, Vietnam, Kuba, Republik Rakyat Demokrasi Korea, diatas segala-galanya kita tidak boleh menjiplak apa yang terjadi di negeri lain.
Sesungguhnya, dalam sejarah modern Indonesia, masalah sosialisme bukanlah soal yang baru. Boleh dikatakan, semua tokoh pergerakan nasional gandrung akan dan mendambakan sosialisme. Mulai dari Pak Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, Darsono, Semaun, Tan Malaka, Soetan Sjahrir, Mohammad Hatta, Amir Sjarifoeddin, Roeslan Abdoelgani semuanya becita-citakan sosialisme. Lebih-lebih lagi Bung Karno. Bahkan Soeharto pun ingin membangun sosialisme religieus di Indonesia.
Dengan dibantainya semua penganut cita-cita sosialisme di Indonesia oleh rezim orba di bawah Soeharto, maka generasi yang lahir dan dibesarkan di bawah kekuasaan rezim orba jadi buta akan sosialisme. Dengan Keputusan MPRS No XXV tahun 1967, ilmu sosialisme dinyatakn terlarang di Indonesia. Betapa tragisnya bangsa kita dengan pembodohan jahiliyah dibawah kekuasaan orba ini ! Karena sosialisme adalah ilmu, ia haruslah dipelajari sebagai ilmu. Dan ilmu tak dapat dibendung penyebarannya, karena akan selalu dicari oleh mereka yang membutuhkannya.
Indonesia tidak perlu, dan jangan sekali-kali menjiplak negeri lain. Dalam pemahaman tentang ajaran mengenai sosialisme, cukup banyak bisa dipelajari dari karya-karya Bung Karno. Mulai dari tulisan Nasionalisme Islamisme dan Marxisme, Memperingati 50 Tahun Wafatnya Karl Marx, Mencapai Indonesia Merdeka, Batu Ujian Sejarah dan banyak lainnya dalam buku Dibawah Bendera Revolusi. Dan pedato-pedato Bung Karno mulai dari Lahirnya Pancasila serta pedato-pedato di tahun enampuluhan sampai saat wafatnya beliau dalam tahanan rezim Suharto, sungguh kaya dengan semangat dan cita-cita sosialisme. Dan ajaran penting Bung Karno Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, haruslah ditegakkan dalam fikiran generasi muda..
Sukses-sukses yang dicapai dalam pembangunan sosialisme di Tiongkok serta kemajuan pembangunan di Vietnam, Kuba dan Republik Rakyat Demokrasi Korea kian meyakinkan benarnya harapan pada sosialisme. Ditambah lagi dengan kemenangan rakyat Nepal di bawah pimpinan Partai Komunis Nepal (Maois) menggulingkan kekuasaan feodal otokratis, mendirikan Republik Demokratis Federal Nepal. Dan dengan dipelopori Venezuela di bawah pimpinan Presiden Chavez, gerakan mendambakan sosialisme kian berkobar di Amerika Latin. Bersama-sama dengan ketangguhan Vietnam Sosialis, Republik Rakyat Demokrasi Korea serta Kuba, gerakan sosialisme dunia kian memberi harapan.
Prestasi pelaksanaan tugas utama sosialisme, yaitu besar-besaran meningkatkan produksi material liwat pembebasan dan pengembangan tenaga produktif didemonstrasikan di Tiongkok dengan terbangunnya bendungan dan pembangkit tenaga listrik air raksasa terbesar di dunia di Tiga Ngarai Sungai Yangtse, pembangunan jalan kereta-api Xinjiang-Tibet yang tertinggi di dunia dari permukaan laut, pembangunan jembatan terpanjang di dunia menyeberangi Teluk Hangzhou, terbangunnya jaringan jalan-jalan raya umum di seluruh Tiongkok, berhasilnya Tiongkok dengan cekatan mengatasi musibah gempa dahsyat tingkat 8 skala richter menimpa provinsi Sichuan yang mengorbankan 70.000 penduduk, mampunya Tiongkok mengorbitkan pesawat ruang angkasa mengitari bulan, suksesnya penerbangan antariksa tiga orang dalam pesawat Shenzhou 7, suksesnya penyelenggaraan Olimpiade musim panas dan Olimpiade orang cacat 2008 di Beijing.
Tiongkok kini memang mempesona. Lebih indah dari mekarnya bunga Mei di puncak musim salju, karya-karya raksasa rakyat pekerja Tiongkok ini akan mengilhami seniman dan seniwati berkarya menggubah puisi, novel, simfoni, balet, lukisan, patung dan sendra-tari, menyenandungkan jelitanya hidup membangun sosialisme !!!
******
21-10-2008.
RESENSI BUKU
SUAR SUROSO:
IBARRURI PUTRI ALAM
HASTA MITRA berjasa lagi dengan menerbitkan buku IBARRURI PUTRI ALAM -- Putri Sulung D.N.Aidit. Dan Pak Joesoef Ishak serta Goenawan Mohamad menambah bobot buku ini dengan memberi Kata-Kata Pengantar.
Iba menulis otobiografinya secara “apa adanya”. Yang dipaparkannya adalah kisah hidupnya selama rentang waktu paroh kedua abad ke-XX dan tahun-tahun pertama abad ke-XXI. Saya terharu dan kagum akan penulisan Iba yang berdasarkan ingatannya itu. Sebab, sosok-sosok yang diungkapkannya adalah saya kenal secara pribadi. Mulai dari Bapa dan Ibunya, Paman-pamannya Murad suami isteri, Sobron suami isteri dan Asahan serta Akbar Mudigdio. Juga pribadi-pribadi lainnya seperti Bung Eska, Mbah Ramidjo, Bung Anwar Dharma, Pak Umar, Mas Bud (Budhiman Sudharsono), Warok, Eko Darminto, Tomas Sinuraya serta isteri, Drugov A.Y., Olga Cyecyotkina, Yakovliyev, komandan kompi wanita Birma A Miao, semua saya kenal baik. Dan peristiwa-peristiwa besar yang dilukiskannya, termasuk yang juga saya alami. Iba dan Ilya saya kenal semenjak mereka baru datang di Moskow.
Masa hidup Iba yang dipaparkan dalam roman biografis itu adalah mulai dari usainya Perang Dunia ke-II. Berlanjut dengan gelora pancaroba susul menyusul menimpa dunia. Dunia dilanda Perang Dingin. Indonesia berlumuran darah dengan pembantaian atas kaum komunis dan Sukarnois, berlangsung penggulingan Bung Karno. Terpukulnya PKI di tanah air melahirkan kekisruhan dahsyat di kalangan komunis Indonesia di luarnegeri. Berlangsung kontradiksi bahkan konflik antara Partai Komunis Uni Sovyet dan Partai Komunis Tiongkok, kontradiksi paling hebat dalam sejarah gerakan komunis internasional. Vietnam dipanggang perang dengan seperempat juta pasukan Amerika dikerahkan membasmi komunis Vietnam. Tak kurang dari 23.000 pemuda Amerika korban dan lebih dari 2000 pesawat terbang AS musnah ditembak jatuh atau dihancurkan. Di Eropa, Tembok Berlin dirobohkan. Disusul bendera merah berpalu-arit dikerek turun dari puncak istana Kremlin. URSS lenyap dari peta politik dunia. Negara-negara sosialis Eropa Timur dan Tengah brantakan. Di Tiongkok bergelora Revolusi Besar Kebudayaan Proletar. Dalam masa yang penuh pergolakan inilah Iba hidup. Biografinya berselimut pencerminan suasana pergolakan ini. Iba bukan hanya pemantau pasif. Dia terlibat dan ikut merasakan akibatnya.
Itulah keistimewaan roman biografis ini. Iba menulis “apa adanya”. Tulisannya berbobot. Sebagai orang muda, romantikanya tidaklah cengeng. Tapi berbenang merah patriotisme. Cinta tanah air yang tak terbatas. Sekian dasawarsa terlunta-lunta diluar negeri, sampai akhirnya memegang paspor Perancis, tapi Iba tetap mengaku bangsa Indonesia, merindukan tanah-air, kampung halaman tercinta. Iba merindukan budaya bangsanya. Secara pengenalannya, Iba membandingkan peradaban Jawa, peradaban bangsanya dengan peradaban Barat. Kesempatan Iba mengenal Budhisme tidaklah melenyapkan pandangan materialisme yang dianutnya. Ini dibuktikan dengan analisanya terhadap keadaan sekarang dan masa depan Indonesia. Dengan tajam dan penuh perasaan Iba menulis: bangsa kita – bangsa yang begitu ramah, jenaka, murah senyum dan lapang dada, berhati lembut, dan yang kadang bersifat lugu, tapi cukup cerdas, berjiwa kreatif dan berani …. oh, bangsa yang pernah memiliki jiwa besar penakluk samudra, yang pernah dengan bangga memproklamasikan kemerdekaannya ke seluruh dunia serta berani membelanya sampai titik darah penghabisan – aku tak percaya bangsa sedemikian ini akan terus-menerus membiarkan dirinya dihimpit beban-beban masa lalu, membiarkan bathinnya terkoyak-koyak…
Optimisme Iba tak hanya menyangkut masa depan bangsanya, Indonesia. Terhadap generasi muda yang sudah menjadi korban pembodohan jahiliyah yang dibina rezim orba, Iba mencatat bahwa betapapun mereka selama ini dikungkung, tetap mencari-cari ilmu pegangan demi perobahan sosial di Indonesia. Generasi muda Indonesia akan tampil dan maju membela Indonesia.
Membantah tuduhan bahwa PKI atheis, anti Tuhan dan anti agama, Iba menulis: “Orang-orang PKI, sepengetahuanku, terlalu sibuk, terlalu banyak urusan: melawan nekolim, memperjuangkan pembebasan Irian Jaya, melaksanakan UUPA/UUPBH, melakukan pendidikan dari mulai pembrantasan buta-huruf sampai membangun Universitas Rakyat, membangun penerbitan buku-buku marxis yang dianggap sangat kurang, urusan menyelenggarakan koran partai, masih harus melakukan pekerjaan sampai ke bawah-bawah dari mengurusi kehidupan sampai masalah kesehatan, olahraga, dari peningkatan produksi sampai kenaikan gaji (di kalangan kaum tani, buruh, nelayan) mengangkat dan mengembangkan kebudayaan serta kesenian rakyat .. Kalau kita sekarang melihat dan membaca barang-barang langka seperti dokumen-dokumen PKI ketika itu, pidato-pidato wakil-wakil partai di kongres-kongres partai, musuhnya PKI itu memang tidak sedikit, bahkan mungkin memang terlalu banyak. PKI ketika itu adalah sebuah partai politik yang sangat galak, semua mau di”ganyang”; olde-lah, nekolim-lah, Belanda-lah yang masih bercokol di Irian Jaya, Tengku Abdurrahman-lah yang menjadi antek nekolim, kapiotalis birokrat yang mencaplok hasil nasionalisasi yang dilakukan kaum buruh, OKB-OKB-lah (orang kaya baru), tuantanah yang anti-manipolis, tengkulak-lah, lintah darat, tukang ijon, bahkan sampai ke tikus-tikus dan hama-hama di pedesaan mau diganyang…. Tapi dalam “keserba-galakannya” itu, tunjukkanlah satu saja ucapan pemimpin PKI atau satu saja dokumen PKI yang mau “mengganyang” atau katakanlah mencela agama atau Tuhan”.
Iba tak ragu-ragu mengungkapkan segi-segi gelap sejarah Uni Sovyet. Walau pun itu bersumber dari mulut orang yang anti-Sovyet. Juga tak ragu-ragu memaparkan suka-duka dalam kehidupan selama di Uni Sovyet, termasuk sikap-sikap tak bersahabat dari sementara pejabat PKUS terhadap PKI. Tak ragu-ragu bahkan dengan tajam memaparkan suka-duka dalam kekisruhan yang menimpa orang-orang komunis Indonesia di luar negeri.
Sebaliknya, Iba mengangkat pujiannya terhadap sikap ramah dan bersahabat pemimpin-pemimpin Tiongkok terhadap PKI. Iba melukiskan sambutan hangat berupa undangan makan dari Deng Yingzhao isteri PM Zhou Enlai, pertemuan dengan Mao Zedong, juga dimuatnya sajak Mao Zedong, menyatakan belasungkawa atas wafatnya D.N.Aidit berjudul: BELASUNGKAWA BUAT KAWAN AIDIT, PEJUANG KOMUNISME INTERNASIONAL. Iba kagum akan kemajuan ilmu kedokteran Tiongkok.
Tak ada gading yang tak retak. Betapa pun baiknya isi roman biografis Iba ini, tentu juga ada kekurangannya. Sayang, Iba tak mengungkap segi-segi unggul kejayaan Uni Sovyet, dan sikap-saikap bersahabat rakyat Sovyet terhadap rakyat Indonesia yang semestinya juga dia kenal.
*********
2-11-2006.
IBARRURI PUTRI ALAM
HASTA MITRA berjasa lagi dengan menerbitkan buku IBARRURI PUTRI ALAM -- Putri Sulung D.N.Aidit. Dan Pak Joesoef Ishak serta Goenawan Mohamad menambah bobot buku ini dengan memberi Kata-Kata Pengantar.
Iba menulis otobiografinya secara “apa adanya”. Yang dipaparkannya adalah kisah hidupnya selama rentang waktu paroh kedua abad ke-XX dan tahun-tahun pertama abad ke-XXI. Saya terharu dan kagum akan penulisan Iba yang berdasarkan ingatannya itu. Sebab, sosok-sosok yang diungkapkannya adalah saya kenal secara pribadi. Mulai dari Bapa dan Ibunya, Paman-pamannya Murad suami isteri, Sobron suami isteri dan Asahan serta Akbar Mudigdio. Juga pribadi-pribadi lainnya seperti Bung Eska, Mbah Ramidjo, Bung Anwar Dharma, Pak Umar, Mas Bud (Budhiman Sudharsono), Warok, Eko Darminto, Tomas Sinuraya serta isteri, Drugov A.Y., Olga Cyecyotkina, Yakovliyev, komandan kompi wanita Birma A Miao, semua saya kenal baik. Dan peristiwa-peristiwa besar yang dilukiskannya, termasuk yang juga saya alami. Iba dan Ilya saya kenal semenjak mereka baru datang di Moskow.
Masa hidup Iba yang dipaparkan dalam roman biografis itu adalah mulai dari usainya Perang Dunia ke-II. Berlanjut dengan gelora pancaroba susul menyusul menimpa dunia. Dunia dilanda Perang Dingin. Indonesia berlumuran darah dengan pembantaian atas kaum komunis dan Sukarnois, berlangsung penggulingan Bung Karno. Terpukulnya PKI di tanah air melahirkan kekisruhan dahsyat di kalangan komunis Indonesia di luarnegeri. Berlangsung kontradiksi bahkan konflik antara Partai Komunis Uni Sovyet dan Partai Komunis Tiongkok, kontradiksi paling hebat dalam sejarah gerakan komunis internasional. Vietnam dipanggang perang dengan seperempat juta pasukan Amerika dikerahkan membasmi komunis Vietnam. Tak kurang dari 23.000 pemuda Amerika korban dan lebih dari 2000 pesawat terbang AS musnah ditembak jatuh atau dihancurkan. Di Eropa, Tembok Berlin dirobohkan. Disusul bendera merah berpalu-arit dikerek turun dari puncak istana Kremlin. URSS lenyap dari peta politik dunia. Negara-negara sosialis Eropa Timur dan Tengah brantakan. Di Tiongkok bergelora Revolusi Besar Kebudayaan Proletar. Dalam masa yang penuh pergolakan inilah Iba hidup. Biografinya berselimut pencerminan suasana pergolakan ini. Iba bukan hanya pemantau pasif. Dia terlibat dan ikut merasakan akibatnya.
Itulah keistimewaan roman biografis ini. Iba menulis “apa adanya”. Tulisannya berbobot. Sebagai orang muda, romantikanya tidaklah cengeng. Tapi berbenang merah patriotisme. Cinta tanah air yang tak terbatas. Sekian dasawarsa terlunta-lunta diluar negeri, sampai akhirnya memegang paspor Perancis, tapi Iba tetap mengaku bangsa Indonesia, merindukan tanah-air, kampung halaman tercinta. Iba merindukan budaya bangsanya. Secara pengenalannya, Iba membandingkan peradaban Jawa, peradaban bangsanya dengan peradaban Barat. Kesempatan Iba mengenal Budhisme tidaklah melenyapkan pandangan materialisme yang dianutnya. Ini dibuktikan dengan analisanya terhadap keadaan sekarang dan masa depan Indonesia. Dengan tajam dan penuh perasaan Iba menulis: bangsa kita – bangsa yang begitu ramah, jenaka, murah senyum dan lapang dada, berhati lembut, dan yang kadang bersifat lugu, tapi cukup cerdas, berjiwa kreatif dan berani …. oh, bangsa yang pernah memiliki jiwa besar penakluk samudra, yang pernah dengan bangga memproklamasikan kemerdekaannya ke seluruh dunia serta berani membelanya sampai titik darah penghabisan – aku tak percaya bangsa sedemikian ini akan terus-menerus membiarkan dirinya dihimpit beban-beban masa lalu, membiarkan bathinnya terkoyak-koyak…
Optimisme Iba tak hanya menyangkut masa depan bangsanya, Indonesia. Terhadap generasi muda yang sudah menjadi korban pembodohan jahiliyah yang dibina rezim orba, Iba mencatat bahwa betapapun mereka selama ini dikungkung, tetap mencari-cari ilmu pegangan demi perobahan sosial di Indonesia. Generasi muda Indonesia akan tampil dan maju membela Indonesia.
Membantah tuduhan bahwa PKI atheis, anti Tuhan dan anti agama, Iba menulis: “Orang-orang PKI, sepengetahuanku, terlalu sibuk, terlalu banyak urusan: melawan nekolim, memperjuangkan pembebasan Irian Jaya, melaksanakan UUPA/UUPBH, melakukan pendidikan dari mulai pembrantasan buta-huruf sampai membangun Universitas Rakyat, membangun penerbitan buku-buku marxis yang dianggap sangat kurang, urusan menyelenggarakan koran partai, masih harus melakukan pekerjaan sampai ke bawah-bawah dari mengurusi kehidupan sampai masalah kesehatan, olahraga, dari peningkatan produksi sampai kenaikan gaji (di kalangan kaum tani, buruh, nelayan) mengangkat dan mengembangkan kebudayaan serta kesenian rakyat .. Kalau kita sekarang melihat dan membaca barang-barang langka seperti dokumen-dokumen PKI ketika itu, pidato-pidato wakil-wakil partai di kongres-kongres partai, musuhnya PKI itu memang tidak sedikit, bahkan mungkin memang terlalu banyak. PKI ketika itu adalah sebuah partai politik yang sangat galak, semua mau di”ganyang”; olde-lah, nekolim-lah, Belanda-lah yang masih bercokol di Irian Jaya, Tengku Abdurrahman-lah yang menjadi antek nekolim, kapiotalis birokrat yang mencaplok hasil nasionalisasi yang dilakukan kaum buruh, OKB-OKB-lah (orang kaya baru), tuantanah yang anti-manipolis, tengkulak-lah, lintah darat, tukang ijon, bahkan sampai ke tikus-tikus dan hama-hama di pedesaan mau diganyang…. Tapi dalam “keserba-galakannya” itu, tunjukkanlah satu saja ucapan pemimpin PKI atau satu saja dokumen PKI yang mau “mengganyang” atau katakanlah mencela agama atau Tuhan”.
Iba tak ragu-ragu mengungkapkan segi-segi gelap sejarah Uni Sovyet. Walau pun itu bersumber dari mulut orang yang anti-Sovyet. Juga tak ragu-ragu memaparkan suka-duka dalam kehidupan selama di Uni Sovyet, termasuk sikap-sikap tak bersahabat dari sementara pejabat PKUS terhadap PKI. Tak ragu-ragu bahkan dengan tajam memaparkan suka-duka dalam kekisruhan yang menimpa orang-orang komunis Indonesia di luar negeri.
Sebaliknya, Iba mengangkat pujiannya terhadap sikap ramah dan bersahabat pemimpin-pemimpin Tiongkok terhadap PKI. Iba melukiskan sambutan hangat berupa undangan makan dari Deng Yingzhao isteri PM Zhou Enlai, pertemuan dengan Mao Zedong, juga dimuatnya sajak Mao Zedong, menyatakan belasungkawa atas wafatnya D.N.Aidit berjudul: BELASUNGKAWA BUAT KAWAN AIDIT, PEJUANG KOMUNISME INTERNASIONAL. Iba kagum akan kemajuan ilmu kedokteran Tiongkok.
Tak ada gading yang tak retak. Betapa pun baiknya isi roman biografis Iba ini, tentu juga ada kekurangannya. Sayang, Iba tak mengungkap segi-segi unggul kejayaan Uni Sovyet, dan sikap-saikap bersahabat rakyat Sovyet terhadap rakyat Indonesia yang semestinya juga dia kenal.
*********
2-11-2006.
KUMPULAN SAJAK
Nurdiana:
BERSAJAK KITA BERSAJAK.
Untuk Yanti, Bisai, Mawi,
Lusi dan Heri.
Puisi Yanti *) mengharu kalbu,
mengkaji Nusa tengah merana,
Bisai melambai**) ikut menyambut,
bersatuhati dengan sang miskin,
Mawie merintih bagai belibis***),
kampung terpandang kering kerontang,
penuh harapan Lusi optimis
musim semi pastilah datang !****)
Bersajak kita bersajak,
lawan penguasa berkulit badak,
memuja Nusa kampung halaman,
gigih melawan pembodohan,
bela budaya Nusantara,
khatulistiwa bukanlah gurun pasir,
betapa sengsara wanita jelita
dipasung berselubung karung.
Bersajak kita bersajak,
Bersajak kita berlawan,
Yanti, Bisai, Mawie dan Lusi,
tetap smangat bersama Heri,
gubah puisi menata kata,
kumandangkan Nusa Setengah Merdeka !!!****)
Keterangan:
*) Puisi Yanti Mirdayanti: Impian Awal Bulan Oktober.
**) Puisi Mawie: Pekik Belibis Itu Sayup Sayup Sampai.
***) Puisi Bisai: Kenyataan Sepanjang Tahun.
****) Komentar cekak-aos Lusi.
*****) Kumpulan Puisi Heri Latief: 50% Merdeka .
Yanti Mirdayanti:
IMPIAN AWAL BULAN OKTOBER
Septemberku telah berlalu.
Tak terasa Oktober mulai menyambutku
Aku terkantuk di rumah reyotku
Perutku kosong, bajuku rompeng
Ketika mataku terbuka
Aku telah bersayap lebar
Terbang di atas angkasa bumi Nusantara
Ketika kutatap Jawa
Tak kulihat lagi hijaunya tanah
Semua hutan di sana telah enyah
Sawah dan kolam tinggal setitik saja
Digantikan dengan semut manusia
Dan iringan mobil serta motor-motor kredit
Kuarahkan tatapanku ke Sumatera
Di sana hutan pun telah berubah
Menjadi kebun kelapa sawit yang seragam
Segera kukepakkan sayap ke arah Kalimantan
Hutan gambut pusat pernapasan Asia Tenggara
Oh, telah melelehkan air mataku
Merah pedih kedua mataku
Karena yang muncul dari hutan gambut ini
Hanya asap dan asap panas kekeringan
Kulanjutkan terbang ke Sulawesi
Kehijauan di sana pun makin menyempit
Lalu ke Irian Jaya nan jauh di sana
Oh, tanahnya telah bolong-bolong semua
Digali, dikeduk, dijarah, dijual
Tak lelah kukepak dan kukepak sayapku
Namun tiada lagi kehijauan yang menghibur mata
Bumi Nusantara tampak lelah tak berdaya
Lapar, berperut kosong
Seperti perutku ini
Seperti jutaan perut manusia
Yang hidup di bumi Nusantaraku
Aku enggan untuk turun
Sayapku tetap melebar
Kanan kiriku tampak sungai-sungai
Ada yang masih utuh alami
Namun banyak pula yang berbau
Terkontaminasi kapitalisme
Gunung-gunung masih ada yang angker
Namun banyak pula yang telah terkikis
Terdesak kebutuhan globalisasi
Terpaksa aku istirahat di atas awan
Nan kelabu hampir menjadi hujan
Namun terasa awan ini berbau asam
Rupanya telah pula terkontaminasi gas CO2
Dari mobil-mobil orang-orang kaya
Dari kendaraan reyot rakyat jelata
Dari pabrik-pabrik berasap hitam
Terpaksa kutinggalkan awan asam itu
Yang mulai mencair
Mengirimkan airnya yang bertoxic
Ke bumi Nusantara, tanah agraria
Kemana lagi kuharus mencari perlindungan
Di atas dan di bawah tanah tumpah darahku
Tiada lagi tempat yang aman
Yang ada hanya desakan kebutuhan
Dan rintihan kekeringan serta kelaparan
Tak mampu lagi kumembuka sayap
Turun kembali ke tempatku semula
Rumah reyot berisi harapan duka
Lebih baik kuhidup dalam impian saja
Karena kenyataan yang ada pahit semua
(Yanti, Bonn, Okt. 2008)
BISAI
KENYATAAN SEPANJANG TAHUN
Aku berangkat dari sebuah gedung
Jauh dari reot dan bahkan super moderen
Pesawatku sudah bukan Boeing 747
Tapi sudah Air bus A 380
Perutku selalu kenyang
Semua pakaianku bermerek mahal
Koperku penuh oleh-oleh
Pesawat tumpanganku sedikit oleng ke kanan
Dari jendela bisnisklas kulihat kemiskinan rakyatku
Bahkan di luar penglihatan juga tampak jelas
Aku merasa aku cukup baik dan bahkan sangat baik
Bisa menyatukan diri dengan kemiskinan
Meski itu bukan milikku sendiri
Tentu ada beda antara bisnisklas dan kelas kambing
Tapi tolong catat
Aku berada di samping kalian.
BISAI.
Hofdddorp, 5102008
MAWIE ANANTA JONIE:
PEKIK BELIBIS ITU SAYUP SAYUP SAMPAI
Hampir setiap tahun pekik belibis itu sayup sayup sampai,
bila musim gugur tiba dan musim dingin dimulai.
Terbang dari Utara ke Selatan lewat bubungan atap rumah,
bulan terang aku menjolok puisi dengan mata panah.
Di rawa rimba kampung halaman telaga sudah mengering,
gelombang kehidupan dan kematian semakin nyaring.
Ribuan puisi ribuan tuntutan telah menuding wajah penguasa,
tapi belum cukup belum mengubah apa apa.
Bersatulah kita yang dapat dipersatukan,
menyerbu mengalahkan kemiskinan dan kelaparan.
Amsterdam, 05/10/2008
Lusi:
Musim semi
Pastilah datang!
*****
BERSAJAK KITA BERSAJAK.
Untuk Yanti, Bisai, Mawi,
Lusi dan Heri.
Puisi Yanti *) mengharu kalbu,
mengkaji Nusa tengah merana,
Bisai melambai**) ikut menyambut,
bersatuhati dengan sang miskin,
Mawie merintih bagai belibis***),
kampung terpandang kering kerontang,
penuh harapan Lusi optimis
musim semi pastilah datang !****)
Bersajak kita bersajak,
lawan penguasa berkulit badak,
memuja Nusa kampung halaman,
gigih melawan pembodohan,
bela budaya Nusantara,
khatulistiwa bukanlah gurun pasir,
betapa sengsara wanita jelita
dipasung berselubung karung.
Bersajak kita bersajak,
Bersajak kita berlawan,
Yanti, Bisai, Mawie dan Lusi,
tetap smangat bersama Heri,
gubah puisi menata kata,
kumandangkan Nusa Setengah Merdeka !!!****)
Keterangan:
*) Puisi Yanti Mirdayanti: Impian Awal Bulan Oktober.
**) Puisi Mawie: Pekik Belibis Itu Sayup Sayup Sampai.
***) Puisi Bisai: Kenyataan Sepanjang Tahun.
****) Komentar cekak-aos Lusi.
*****) Kumpulan Puisi Heri Latief: 50% Merdeka .
Yanti Mirdayanti:
IMPIAN AWAL BULAN OKTOBER
Septemberku telah berlalu.
Tak terasa Oktober mulai menyambutku
Aku terkantuk di rumah reyotku
Perutku kosong, bajuku rompeng
Ketika mataku terbuka
Aku telah bersayap lebar
Terbang di atas angkasa bumi Nusantara
Ketika kutatap Jawa
Tak kulihat lagi hijaunya tanah
Semua hutan di sana telah enyah
Sawah dan kolam tinggal setitik saja
Digantikan dengan semut manusia
Dan iringan mobil serta motor-motor kredit
Kuarahkan tatapanku ke Sumatera
Di sana hutan pun telah berubah
Menjadi kebun kelapa sawit yang seragam
Segera kukepakkan sayap ke arah Kalimantan
Hutan gambut pusat pernapasan Asia Tenggara
Oh, telah melelehkan air mataku
Merah pedih kedua mataku
Karena yang muncul dari hutan gambut ini
Hanya asap dan asap panas kekeringan
Kulanjutkan terbang ke Sulawesi
Kehijauan di sana pun makin menyempit
Lalu ke Irian Jaya nan jauh di sana
Oh, tanahnya telah bolong-bolong semua
Digali, dikeduk, dijarah, dijual
Tak lelah kukepak dan kukepak sayapku
Namun tiada lagi kehijauan yang menghibur mata
Bumi Nusantara tampak lelah tak berdaya
Lapar, berperut kosong
Seperti perutku ini
Seperti jutaan perut manusia
Yang hidup di bumi Nusantaraku
Aku enggan untuk turun
Sayapku tetap melebar
Kanan kiriku tampak sungai-sungai
Ada yang masih utuh alami
Namun banyak pula yang berbau
Terkontaminasi kapitalisme
Gunung-gunung masih ada yang angker
Namun banyak pula yang telah terkikis
Terdesak kebutuhan globalisasi
Terpaksa aku istirahat di atas awan
Nan kelabu hampir menjadi hujan
Namun terasa awan ini berbau asam
Rupanya telah pula terkontaminasi gas CO2
Dari mobil-mobil orang-orang kaya
Dari kendaraan reyot rakyat jelata
Dari pabrik-pabrik berasap hitam
Terpaksa kutinggalkan awan asam itu
Yang mulai mencair
Mengirimkan airnya yang bertoxic
Ke bumi Nusantara, tanah agraria
Kemana lagi kuharus mencari perlindungan
Di atas dan di bawah tanah tumpah darahku
Tiada lagi tempat yang aman
Yang ada hanya desakan kebutuhan
Dan rintihan kekeringan serta kelaparan
Tak mampu lagi kumembuka sayap
Turun kembali ke tempatku semula
Rumah reyot berisi harapan duka
Lebih baik kuhidup dalam impian saja
Karena kenyataan yang ada pahit semua
(Yanti, Bonn, Okt. 2008)
BISAI
KENYATAAN SEPANJANG TAHUN
Aku berangkat dari sebuah gedung
Jauh dari reot dan bahkan super moderen
Pesawatku sudah bukan Boeing 747
Tapi sudah Air bus A 380
Perutku selalu kenyang
Semua pakaianku bermerek mahal
Koperku penuh oleh-oleh
Pesawat tumpanganku sedikit oleng ke kanan
Dari jendela bisnisklas kulihat kemiskinan rakyatku
Bahkan di luar penglihatan juga tampak jelas
Aku merasa aku cukup baik dan bahkan sangat baik
Bisa menyatukan diri dengan kemiskinan
Meski itu bukan milikku sendiri
Tentu ada beda antara bisnisklas dan kelas kambing
Tapi tolong catat
Aku berada di samping kalian.
BISAI.
Hofdddorp, 5102008
MAWIE ANANTA JONIE:
PEKIK BELIBIS ITU SAYUP SAYUP SAMPAI
Hampir setiap tahun pekik belibis itu sayup sayup sampai,
bila musim gugur tiba dan musim dingin dimulai.
Terbang dari Utara ke Selatan lewat bubungan atap rumah,
bulan terang aku menjolok puisi dengan mata panah.
Di rawa rimba kampung halaman telaga sudah mengering,
gelombang kehidupan dan kematian semakin nyaring.
Ribuan puisi ribuan tuntutan telah menuding wajah penguasa,
tapi belum cukup belum mengubah apa apa.
Bersatulah kita yang dapat dipersatukan,
menyerbu mengalahkan kemiskinan dan kelaparan.
Amsterdam, 05/10/2008
Lusi:
Musim semi
Pastilah datang!
*****
KUMPULAN SAJAK
BERSAJAK KITA BERSAJAK
Untuk Mawie Ananta Jonie
Datang melayang berita ria,
rajutan Mawie kumpulan puisi,
tambah khazanah pustaka sastra,
dengan Cerita Untuk Nansy.
Biar umat tengah bergolak,
bersajak kita bersajak,
isi hati nyanyi nurani,
dendang sayang menjelang menang.
Berpuisi kita berpuisi;
kala gelita melanda bangsa,
bernyanyi kita bernyanyi,
Nancy semoga jadi dewasa.
Berkisah kita panjang cerita,
pahit mereguk empedu hidup,
betapa prahara belum berlalu,
habis gelap terbitlah terang.
Untuk Mawie Ananta Jonie
Datang melayang berita ria,
rajutan Mawie kumpulan puisi,
tambah khazanah pustaka sastra,
dengan Cerita Untuk Nansy.
Biar umat tengah bergolak,
bersajak kita bersajak,
isi hati nyanyi nurani,
dendang sayang menjelang menang.
Berpuisi kita berpuisi;
kala gelita melanda bangsa,
bernyanyi kita bernyanyi,
Nancy semoga jadi dewasa.
Berkisah kita panjang cerita,
pahit mereguk empedu hidup,
betapa prahara belum berlalu,
habis gelap terbitlah terang.
KUMPULAN SAJAK
Nurdiana:
BERSAJAK KITA BERSAJAK
MENYAMBUT ANTOLOGI
50% MERDEKA
Berita gembira dari Evi,
lagi-lagi antologi puisi,
50% merdeka karya Heri,
kita sambut bergirang hati.
Berpuisi kita berpuisi,
memuji Ibu Pertiwi.
Bersajak kita bersajak,
pecahkan bisul yang lama bengkak.
Dengung senandung dari Bandung,
dendang sayang Para Hiyangan.
nyaring seruling relung menggaung,
penuh semangat belaian nyaman.
Bersajak kita bersajak,
muntahkan empedu duka nestapa,
Berpuisi kita berpuisi,
tetap semangat tiada henti.
11-7-2008.
BERSAJAK KITA BERSAJAK
MENYAMBUT ANTOLOGI
50% MERDEKA
Berita gembira dari Evi,
lagi-lagi antologi puisi,
50% merdeka karya Heri,
kita sambut bergirang hati.
Berpuisi kita berpuisi,
memuji Ibu Pertiwi.
Bersajak kita bersajak,
pecahkan bisul yang lama bengkak.
Dengung senandung dari Bandung,
dendang sayang Para Hiyangan.
nyaring seruling relung menggaung,
penuh semangat belaian nyaman.
Bersajak kita bersajak,
muntahkan empedu duka nestapa,
Berpuisi kita berpuisi,
tetap semangat tiada henti.
11-7-2008.
Langganan:
Postingan (Atom)
Arsip Blog
-
▼
2009
(110)
-
▼
Oktober
(109)
- TERJEMAHAN
- TERJEMAHAN
- TERJEMAHAN
- TERJEMAHAN
- TERJEMAHAN
- TERJEMAHAN
- TERJEMAHAN
- TERJEMAHAN
- EKONOMI DUNIA
- EKONOMI DUNIA
- RESENSI BUKU
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- RESENSI BUKU
- RESENSI BUKU
- RESENSI BUKU
- RESENSI BUKU
- RESENSI BUKU
- CATATAN FILSAFAT
- CATATAN FILSAFAT
- CATATAN FILSAFAT
- CATATAN FILSAFAT
- CATATAN FILSAFAT
- CATATAN FILSAFAT
- CATATAN FILSAFAT
- CATATAN FILSAFAT
- CATATAN FIKSAFAT
- CATATAN FILSAFAT
- CATATAN FILSAFAT
- CATATAN FILSAFAT
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di SIA
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN,Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Rralisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- PERISTIWA MADIUN Realisasi Doktrin Truman Di Asia
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
- KUMPULAN SAJAK
-
▼
Oktober
(109)